IP

Entri Populer

06 November, 2008

Wejangan Pernikahan


" Wejangan "

dari yang saya cintai dan saya muliakan Ayahanda,
Alhabib Ali bin Muchsin Albar "



I. RUMAH TANGGA MUSLIM

Rumah tangga muslim adalah sebuah rumah tangga yang dibangun diatas dasar dan landasan menurut syari'at Islam yang kokoh. Karena ia merupakan sebuah amanah Allah. Artinya seorang suami menerima istrinya atas dasar amanah Allah. Demikian pula bagi seorang istri terhadap suaminya. Prosesnya melalui sebuah peristiwa sakral dan mulia yakni aqad nikah atau ijab qabul. Tujuan sebuah perkawinan adalah selain ia merupakan sebuah Sunnah Rasul, lebih dari itu ia adalah sebuah Sunnahtullah yang harus diterima dengan ikhlas, sabar, demi memperoleh kredhaan-Nya.

Sunnahtullah dalam artian ketentuan Allah segala menjadikan segala sesuatu berpasang-pasangan. Manusia yang berlainan jenis kelamin, dilengkapi dengan isntik. emosi serta kecenderungan untuk berkumpul manjadi satu kesatuan yang saling membutuhkan dan melengkapi. Oleh karenanya maka pada batas usia tertentu manusia yang berlainan jenis tersebut saling tertarik antara satu dengan yang lainnya. Agar komunitas manusia tidak hidup seperti komunitas hewan (binatang), maka Allah melengkapinya dengan sebuah ketentuan, aturan dan hukum yang disebut syari'at . Dengan begitu maka komunitas manusia ini hidup dalam sebuah tata kehidupan yang teratur, seimbang, terhormat dan mulia. Begitulah maksud penciptaan manusia oleh Allah SWT sejak manusia yang pertama yakni Nabi Adam a.s dan Siti Hawa a.s. Syari'at atau aturan, ketentuan hukum Allah, diberikan kepada setiap Nabi a.s untuk diberlakukan kepada komunitas manusia sebagai umat dari masing-masing Nabi dan Rasul tersebut. Ketentuan dan hukum Allah itu terus berkembang sejak Nabi Adam a.s sebagai Nabi yang pertama sampai kepada Nabi Muhammad Saw sebagai Nabi dan Rasul-Nya yang terakhir. Paling tidak harus kita ketahui bahwa ada lima Kitab yang diturunkan kepada lima Nabi dan Rasul. “Shuhuf” Nabi Ibrahim As, Kitab “Taurat” Nabi Musa As, Kitab “Zabur” Nabi Daud As, Kitab “Injil” Nabi Isa As, serta Kitab “Al-Qur'an Al-Karim” kepada Nabi Muhammad Saw.

Yang kita bicarakan adalah esensi sebuah perkawinan sebagai Sunnahtullah, dimana prosesnya melalui Sunnahtur Rasul sebagai sebuah syari'at atau ketentuan serta hukum Islam. Yang harus dipatuhi oleh seluruh umat Islam demi patuh serta tunduk kepada Allah dan Rasul-Nya. Islam sebagai agama yang terakhir, diturunkan Kitab-Nya melalui Nabi dan Rasul-Nya yang terakhir Muhammad Saw, merupakan petunjuk terlengkap. Guna melengkapi semua ketentuan hukum syari'at yang pernah diturunkan Allah kepada Nabi - Nabi dan Rasul-Nya sebelum itu.

Kini kita lihat beberapa ketentuan Allah yang berkaitan dengan pembinaan sebuah rumah tangga atau perlunya manusia diikat dengan tali perkawinan melalui pernihahan :

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. ( S. AN-NISA : 1)

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (S. AR-RUM : 21)

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (S. AL-HUJURAT : 13

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. (S.Al-Isra' : 32)

Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa. (S. AL- FURQAN : 54)

Dari beberapa ayat tersebut diatas secara umum menunjukan kepada kita bahwa Allah menghendaki manusia itu bekembang biak, berketurunan, bersuku-suku bangsa. Semua itu dapat dilaksanakan melalui hubungan perkawinan yang sah dan benar sesuai dengan ketentuan Agama Allah. Ketentuan Allah tersebut disampaikan melalui Nabi kita Muhammad Saw, yang kemudian menetapkan semua hukum-hukum Allah dengan sebuah syari'at Islam. Inilah yang kemudian disebut sebagai Sunnah Rasul atau Sunnah Nabi Saw yang patut serta harus diikuti oleh seluruh umatnya.

Petunjuk Nabi Saw perihal bangunan rumah tangga muslim itu dapat kita simak dari beberapa hadist Rasulullah Saw yang sangat populer antara lain :

Nikah itu adalah sunnahku, maka barangsiapa yang mengikuti sunnahku, dia adalah dari golonganku (pengikutku), dan barang siapa yang meninggalkan sunnahku maka dia bukan dari golonganku.

Menikah, kawinlah supaya bilangan kamu bertambah, maka aku akan bangga dengan bilangan kamu yang banyak sebagai umatku di “Hari Qiamat”.

Apabila seorang hamba menikah (kawin) maka telah sempurnalah setengah agamanya. Kini hendaklah ia bertaqwa kepada Allah untuk setengah yang lain.

Letakkan nutfah (sperma) kamu pada tempat yang benar, karena urat keturunan itu sangat penting.

Dunia sangat indah, namun yang lebih indah lagi adalah seorang istri shalehah.

Aku wasiatkan kepada kamu (suami) berhati-hatilah dengan urusan perempuan (istrimu) karena engkau mengambilnya dengan amanah Allah. Ia (istri) kamu itu berlindung dibawah kekuasaanmu, dan dihalalkan bagimu kehormatannya.

Sebaik-baiknya kamu adalah orang yang berbuat baik terhadap istrinya, dan aku (Nabi Saw) adalah yang paling baik terhadap istriku. Tiadalah seorang yang memuliakan istrinya melainkan ia seorang yang mulia. Dan tiadalah menghinakannya melainkan ia seorang yang hina.

Setelah semua ketentuan syari'at terpenuhi, maka pertemuan antara dua insan manusia yang berlainan jenis kelaminnya hanya dapat disatukan secara sah melalui sebuah proses aqad nikah. Selanjutnya manusia mendambakan sebuah rumah tangga yang bahagia, harmonis, sejahtera lahir dan batin.

Dan inilah yang dikenal didalam Islam sebagai sebuah rumah tangga dan keluarga yang SAKINAH, MAWADDAH, WARAHMAH. Manusia khususnya semua umat Islam berpeluang mencapai kebahagian hakiki seperti itu dengan syarat harus senantiasa berada didalam koridor dan bingkai syariat Islam. Dengan demikian akan terpenuhi semua hak, kewajiban serta tanggung jawab setiap individu baik sebagai ayah atau ibu, sebagai suami atau istri dan sebagai anak atau orang tua. Betapa tidak, ayat-ayat Al-Qur'an dan hadist Nabi Saw seperti disebut diatas adalah bagian ayat-ayat Allah dan hadist Rasulullah Saw yang dibacakan pada sitiap prosesi upacara aqad nikah, dan disudahi dengan do'a. Maka kini terbentuklah subuah bangunan rumah tangga muslim dengan segala harapan, cita-cita serta usaha dan ikhtiyar guna mewujudkan kehidupan yang berhagia “fiddunia hasanatan wafil akhirati hasanatan”

II. SEBAGAI SUAMI DAN ISTRI

Ketika melangkah memasuki pintu gerbang rumah tangga, setiap orang dengan sendirinya akan merasa bahwa ia telah memikul sebuah tanggung jawab sesuai dengan kedudukan dan fungsinya didalam rumah tangga itu. Pada umumnya pasangan suami istri yang baru memasuki kehidupan rumah tangga akan memanfaatkan seluruh waktunya guna mereguk manisnya madu perkawinan. Hal hal berlangsung untuk waktu tertentu, yang bagi tiap pasangan relatif berbeda. Ada yang menikmatinya selama setahun, dua tahun, tiga tahun atau lebih terserah kepada masing-masing pasangan tersebut. Yang pasti mereka kini telah hidup berdua membangun rumah tangganya, dan berusaha memperoleh apa-apa yang diinginkan. Paling tidak keinginan itu adalah, memiliki rumah sendiri, memperoleh anak-anak sebagai generasi penerus keturunannya. Untuk mencapai hal semacam itu, alangkah sempurnanya apabila pasangan suami istri ini tidak melepaskan diri dari tuntunan agama. Karena tuntunan agama itu adalah tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Adapun syaratnya adalah; “Jadikan perkawinan dan hidup berumah tangga itu sebagai sebuah ibadah kepada Allah Swt”. Beberapa nasihat berikut ini mungkin bermanfaat bagi kehidupan rumah tangga yang mengharapkan redha Allah Swt.

Pertama, mengenai seorang suami.

Sebagai seorang suami, ia memmpunyai tanggung jawab dalam segala aspek bagi keluarganya yakni anak dan istrinya. Mereka berada dibawa perlindungannya secara utuh lahir dan batin.Ia bertanggung jawab atas nafkah mereka seperti, makan minum, pakaian, perumahan serta pendidikan.

Ia harus mampu memimpin mereka kejalan yang diredhai Allah Swt. Seperti menunaikan tugas-tugas dan kewajiban malaksanakan perintah-perintah agama. Yang akan menjamin keselamatan mereka semua baik di “dunia dan di hari akhirat”. Seorang istri memiliki hak yang sama dan seimbang dari suaminya hal ini dapat kita lihat pada ayat Allah yang berbicara perihal tersebut.

“Kaum perempuan itu mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya secara patut” (S.AL-BAQARAH : 228)

Pergaulilah istri-istri kamu itu secara patut” (S. AN-NISA 19)

“Jika mereka telah menuruti kemauan kamu, maka janganlah mencari-cari jalan untuk menganiaya mereka” (S. AN-NISA : 34)

Sebagai seorang suami sedikit banyaknya ia harus mengetahui tatacara mempergauli istrinya sesuai syari'at yang dibawa oleh Nabi kita Muhammad Saw. Dalam hal ini perhatikan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Buhkari dan Muslim, dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah Saw telah bersabda ;

“Sesungguhnya seseorang bila ia hendak mendatangi istrinya (menggaulinya), hendaklah ia membaca :”Dengan nama Allah, Ya Allah jauhkan kami dari syaithan, dan jauhkan syaithan itu dari barang yang Engkau beri rezeki kepada kami”, karena sesunggahnya jika ditakdirkan ada anak antara keduanya di waktu itu, tidak dapat syaithan menyakitinya selama-lamanya.”.

Dalam hal bercumbu, bermesra-mesraan antara suami istri adalah sesuatu yang tidak dilarang, sepanjang hal itu untuk menambah rasa cinta dan kasih sayang diantara keduanya. Suami adalah pakaian istri dan istri adalah pakaian suaminya. Ciptakan suasana intim, mesra penuh kasih sayang dilandasi oleh iman dan taqwa kepada Allah semata. Dalam kaitan ini Allah menegaskan dalam firmannya :

Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.

Kedua, menegenai seorang istri.

Sebagai seorang istri. Ia juga mempunyai tugas, kewajiban serta tannggung jawab didalam rumah tangga, yang peranannyapun tidak kecil bahkan sangat menentukan. Ia telah ditetapkan Allah Swt sebagai makhluk yang berkemampuan reproduksi atau melahirkan anak sedang suami tidak. Tanpa istri suami tidak mungkin memiliki generasi penerus nasab atau keturunannya. Ia juga mempunyai sebuah kewjiban yang sangat berat menurut agama, sebagaimana sabda-sabda Rasulullah Saw yang antara lain :

“ Kiranya boleh aku menyuruh seseorang untuk menyembah seseorang yang lain, niscaya aku akan menyuruh seorang istri menyembah suaminya”(H.R. Tirmizi)

“Kiranya seorang perempuan (istri) itu bersembahyang lima waktu, berpuasa pada bulan Ramadhan, memelihara kehormatannya, dan mentaati suaminya, maka dikatakan kepadanya : “Masuklah engkau kedalam surga dari pintu mana saja yang engkau kehendaki”.

“Jika ia diajak suaminya kepembaringan (berhubungan suami istri) sedang ia tidak memenuhi keinginan suaminya, sehingga menyebabkan suaminya tidur dalam keadaan marah sepanjang malam, maka para Malaikat akan mengutukinya hingga pagi.

Oleh sebab itu hendaknya seorang istri menjalani kehidupan rumah tangganya sebagaimana yang telah diatur didalan syari'at Islam. Dengan demikian ia akan memperoleh pahala yang sangat besar serta kerdhaan Allah Swt., sehingga terhindar dari kemurkaan Allah. Begitupun suaminya dituntut untuk memaafkan istrinya dari kesalahan-kesalahannya. Tidak terlalu banyak tuntutan yang mungkin akan memberati istrinya sendiri.

Bahkan agar ia (suami) memenuhi kewjibannya terhadap anak dan istrinya secara baik. Apabila didalam sebuah rumah tangga terjadi saling maaf memaafkan, jujur dan tidak berdusta diantara suami istri, niscaya masing-masing mereka akan dimaafkan dan diampuni pula dosanya oleh Allah Swt.

III. MENDAMBAKAN KEHADIRAN ANAK

Anak-anak atau keturunan merupakan dambaan setiap suami istri, rasanya belum lengkap sebuah rumah tangga apabila belum dihiasi dengan tangisan bayi putera maupun puteri. Oleh karena itu pasangan suami istri ketika baru menikah, mereka akan menikmati manisnya madu rumah tangga dalam kurun waktu tertentu sepuas-puasnya. Bagi setiap pasangan suami istri itu mempunyai target yang berbeda-beda. Ada yang ingin cepat memperoleh anak, ada pula yang ingin berlama-lama hidup berdua. Ada yang sudah mandabakannya tetapi belum memeperolehnya. Ada yang ingin menunda kelahiran tetapi dikaruniakan anak oleh Allah. Ada yang sebaliknya sudah sangat menginginkan kehadiran anak dirumahnya tetapi belum diberi oleh Allah Swt. Adapula yang harus menunggu dalam waktu yang lama, padahal telah berusaha dengan bermacam-macam jalan. Melalui jalan medis bahkan secara alternatifpun telah dilakukannya. Bahkan terjadi saling menyalahkan diantara keduanya, suami menuduh istrinya mandul, sebaliknya istri menyangka suaminya yang mandul. Sehingga situasi ini kadang diakhiri dengan cara dan keadaan yang sangat buruk.

Hal-hal seperti itu hendaknya tidak perlu terjadi, kita mestinya menyadari bahwa betapa terbatasnya kemampuan manusia. Dan betapa manusia seharusnya mengakui bahwa pada akhirnya kita harus kembalikan segala urusan rahasia hidup dan kehidupan ini kepada Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Setiap pasangan suami istri hendaknya mempersiapkan diri untuk menerima kehadiran anak-anak mereka. Persiapan dimaksud adalah, kesiapan keduanya menjadi ayah dan ibu bagi anak-anak mereka. Yang dimaksud bukanlah persiapan secara materi saja, tetapi yang penting adalah kesiapan secara ukhrawiyah (agama). Karena suka atau tidak suka, ayah dan ibu adalah guru serta contoh teladan yang utama bagi anak-anak mereka. Pendidikan anakpun dimulai dari rumah mereka sendiri. Anak-anak belajar dari apa yang diajarkan dan dicontohkan oleh kedua orang tuanya. Pendidikan yang baik bagi seorang anak yang diperoleh dari orang tuanya itu sangat tergantung kepada kwalitas akhlaq, moral dan agama orang tuanya. Itulah sebabnya Nabi kita Muhammad Saw bersabda dalam sebuah hadist yang sangat dikenal, yang artinya :

“Semua anak dilahirkan dalan keadaan fitrah (suci), ayah dan ibunya (kedua orang tuanya) yang kemudian menjdikan dia Yahudi, Nashrani atau Majusi”.

Pada masa kita sekarang, bahkan pada masa-masa lampau terdapat banyak generasi muda Islam yang tidak mampu melaksanakan kewajiban agama. Sebahagian besar diantara mereka ternyata tidak mendapat didikan agama yang baik didalam rumahnya. Bahkan banyak diantaranya yang mengakui bahwa orang tua merekapun tidak menjalankan kewajiban-kewajiban agama secara benar dan teratur.

Oleh karena itu perlu ada guidance – panduan secara umum dan sederhana bagaimana seharusnya sebuah rumah tangga muslim di “manage” atau dikelola dengan baik. Hal ini jelas memerlukan kesiapan seorang ayah dan ibu secara prima. Karena mereka berdua akan menjadi teladan serta guru bagi anak-anak mereka. Orang tua dituntut harus mengerti bagaimana menyambut kelahiran anaknya, apa saja yang harus diperbuat pada semua tahapan usia sang anaknya itu. Untuk maksud tersebut, akan kami tunjukan beberapa keharusan dan kebiasaan yang dilakukan didalam rumah tangga muslim, menurut tradisi suci islam, Sesuai contoh-contoh yang ditunjukan oleh Nabi Saw dan yang dilakukan oleh para “shlafus shalehiin” yang menjadi ikutan kita sampai sekarang. Walaupun hal seperti itu sebagian telah ditinggalkan oleh kalangan islam “moderat”. Namun begitu masih lebih banyak kaum muslimin yang tetap menjaga serta melakukan kewajiban terhadap anaka-anak mereka sebagaimana mestinya. Kegiatan suami istri sampai dengan mengasuh dan mendidik anak-anak sejak lahir hingga dewasa, terdapat beberapa tahapan-tahapan antara lain adalah :

Pertama; Sebelum memasuki pintu gerbang rumah tangga hendaknya seorang wanita telah banyak belajar tentang kehidupan rumah tangga, baik dari ibunya atau keluarga dekatnya. Yang perlu diketahui adalah bagaimana harus bersikap sebagai seorang istri yang beiman. Bagaimana cara yang baik mengurus suami, mengurus dapur, dan bagaiman menghadapi masa kehamilan sampai melahirkan, mengasuh anak dan lain sebagainya.

Demikian halnya seorang pemuda, hendaknya ia banyak bertanya dan belajar bagaimana cara-cara serta do'a apa yang baik ketika berhubungan suami istri. Ia juga mempersiapkan dirinya untuk menjadi Imam (pemimpin) terhadap istri dan bagi anak-anaknya kelak Apa saja yang harus diperbuatnya ketika nanti istrinya hamil dan melahirkan.

Banyak berkonsultasi mengenai rumah tangga dengan keluarga dekat yang dianggap baik dan berhasil dalam kehidupan rumah tangganya akan sangat bermanfaat. Dengan melakukan hal-hal semacam ini, akan mendatangkan keinginannya memperdalam ilmu agama, karena ia merasa sangat membutuhkannya sebagai bekal memasuki alam kehidupan berumah tangga dan berkeluarga secara mandiri..

Kedua; Ketika memasuki kehidupan berumah tangga paska aqad nikah, kedua insan ini sedikit banyaknya telah memahami teori-teori kehidupan suami istri. Keduanya kini ini mulai mempraktekan semua teori-teori yang telah diperoleh sebelumnya. Apabila keduanya berbekal iman dan taqwa kepada Allah Swt insya Allah semuanya akan berjalan dengan baik. Karena ukuran dan pendekatan yang mereka pakai bukanlah pendekatan dan ukuran materi semata, tetapi mereka hidup dengan berpijak pada keimanan serta ketaqwaan kepada Allah. Dengan tatacara hidup seperti ini, nicaya rumah tangganya dinaungi oleh Rahamat dan Ridha Ilahi Rabbi. Sungguh Allah tidak membatasi dan mencampuri urusan rumah tangga hamba-Nya yang ingin mereguk manisnya madu rumah tangga. Karena mereka telah berbekal iman dan taqwa, sehingga mereka akan terpelihara dari perbuatan-perbuatan yang tercela dan dilarang agama. Pada tahapan ini alangkah baiknya pasangan suami istri ini, banyak membaca buku-buku mengenai kehidupan rumah tangga dalam keluarga muslim.

Kegiatan seperti ini selain memperluas wawasan keislaman, ia juga merupakan ilmu yang berharga. Apalagi mereka mampu mengatur waktu sehingga dapat menghadiri majelis-majelis ilmu baik bagi kaum pria maupun kaum ibu. Banyak suami istri yang masih muda melupakan hal semacam ini, karena dimabukan manis dan mesranya rumah tangga baru. Akibat terlalu lama meninggalkan pergaulan dengan majelis-majelis ilmu, atau jauh dari orang-orang ‘Alim (‘Ulama) menyebabkan mereka tumbuh tidak seimbang, sehingga sangat berpengaruh pula pada anak-anak mereka kelak. Boleh jadi mereka sukses pada urusan duniawiyah tetapi mereka mungkin bisa gagal meraih keuntungan ukhrawiyah. Oleh karena itu, kita harus adil bijaksanalah menjalani kehidupan rumah tangga dalam masa hidup manusia yang singkat ini, agar kita dapat menggenggam dunia, sekaligus meraih akhirat. Berusaha, berikhtiyar serta berdo'a dengan sungguh-sungguh kepada Allah Swt agar kita mencapai sukses dunia dan akhirat.”hasanah di dunia dan hasanah di akhirat”

Ketiga; Bagi pasangan suami istri yang menginginkan memperoleh keturunan, hendaknya mereka bersiap menghadapi kelahiran putera puteri mereka. Ada beberapa langkah-langkah yang baik perlu dilakukan. Keduanya selalu melazimkan Shalat berjamah pada waktu-waktu sang suami dirumah, membaca Al-Qur'an setiap hari sekalipun sedikit tetapi bekekalan setiap harinya (istiqamah), sesuai dengan waktu anda masing-masing. Pada setiap malam Jum'at sebaiknya keduanya meluangkan waktu membaca Al-Qur'an. Suami membaca Surah Yusuf, sementara sang istri membaca Surah Maryam, hal ini baik sekali dilakukan bagi mereka yang belum mempunyai anak. Mengawali membaca Al-Quran itu dengan bacaan Surah Al-Fathihah kepada Nabi Saw serta keluarga dan sahabat-sahabatnya. Bacaan yang sama juga ditujukan kepada orang tua-tua dan guru-guru kita, juga kepada para Aulia Allah dan kepada kaum Muslimin dan Muslimat yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia. Bacaan seperti itu haruslah disertai niat yang sungguh-sungguh kepada Allah serta mohon dikaruniakan anak. Perbanyak membaca Shalawat kepada Nabi Saw disertai niat dan hajad yang sama kepada Allah.

Keempat; Kalau mungkin, hendaknya banyak mengunjungi majelis-majelis ta'lim atau majelis zikir. Ketika hadir pada majelis seperti ini, tanamkan niat didalam hati kita kepada Allah dan Rasulnya, tentang segala sesuatu yang menjadi hajad dan niat kita itu. Hal yang sama dilakukan pula pada setiap selesai Shalat wajib, dan Shalat sunat pada malam hari (kalau dilakukan). Sesering mungkin meminta ampun kepada Allah dan minta pula keredhaan dan do'a dari orang tua kita masing-masing.(bila mereka masih hidup). Perbanyak shadaqah secara sukarela, disertai niat semoga kita menjadi semakin dekat kepada Allah Swt. Untuk itu agar keduanya memelihara rukun Islam secara sungguh-sungguh, terutama Shalat lima waktu.

Kelima; Ketika istri dalam keadaan hamil, maka hendaknya kedua suami istri itu, terus menerus mengamalkan kegiatan seperti tersebut diatas. Ketahuilah bahwa janin didalam rahim ibunya itu ikut menikmati semua kegiatan dan bacaan-bacaan Al-Qur'an, shalawat, zikir yang dilakukan oleh kedua orang tuanya, terutama yang dilakukan oleh ibunya. Kalau para ahli ilmu kedokteran mengatakan bahwa pengaruh merokok dari seorang ibu perokok yang sedang hamil itu sangat tidak baik bagi pertumbuhan anak dalam kandungannya kitapun percaya. Lalu mengapa kita tidak percaya kalau suara bacaan – bacaan yang baik dari seorang ibu hamil pasti berpengaruh kebaikan pula terhadap pertumbuhan anak yang dikandungnya?.

IV. MENYAMBUT KELAHIRAN ANAK

Inilah tahapan kebahagiaan sebuah rumah tangga yang sangat didambakan, rasa bahagia seorang istri disebabkan ia merasa telah mampu memenuhi harapan semua orang. Harapan suaminya, harapan keluarga suaminya, dan harapan keluarganya sendiri. Ia kini telah mempunyai sebuah bukti kemampuan sebagai seorang ibu.. Ini adalah saatnya keluar tangisan serta air mata kebahagiaan penuh syukur kepada Allah Swt. Hal yang sama terjadi pada diri sang suami, ia merasa benar-benar telah menjadi seorang lelaki-pria sejati. Ia telah membuktikan bahwa ia mampu menjadi seorang ayah. Hatinya kala itu di penuhi oleh rasa bahagia yang tiada taranya, ia menyambut setetiap ucapan selamat dengan rona wajah bahagia. Begitulah gambaran umum ketika orang menghadapi kelahiran anak keturunan, buah hati sibiran jantungnya, apapun jenis kelaminnya. Selanjutnya ada beberapa tindakan yang tidak boleh dilupakan yaitu ;

1. Mengumandangkan kalimat azan shalat di telinga kanan bayi, serta iqamat pada telinga kirinya (bagi bayi laki-laki). Dan bagi bayi perempuan cukup dengan iqamat saja ditelinga kanannya. Hendaknya disertai do,a untuk masing-masing bayi-bayi tersebut setelah azan dan iqamat, agar dijauhkan dari gangguan syaitan, dan gangguan dari pandangan manusia atau makhluk lain yang mengganggunya.

2. Agar dibacakan pula ditelinga bayi tersebut ayat-ayat Al-Qur'an yakni surah Al-Qadr, Surah Quraisy masing-masing 1 X dan Surah Al-Iklaas 3 X.

3. Agar membawa buah kurma yang lunak kepada ‘Ulama Ba'alawi yang shaleh untuk dido'akan serta dicicipinya. Kemudian buah kurma tersebut diberikan kepada bayi yang baru lahir untuk disapnya. Hal ini dilakukan sebelum bayi tersebut meminum apa-apa, termasuk sebelum memminum air susu ibunya. Ini adalah sebuah barakah dari ‘Ulama Habaib yang shaleh tadi. Menurut tradisi kalangan Alawiyyin – dzurriat Rasulullah Saw.

4. Mengambil plasenta (ari-ari) bayi tersebut untuk dibersihkan dan dikuburkan sebagaimana mestinya.

5. Kewajiban Aqiqah atas bayi yang lahir tersebut.

6. Tasmiyah atau upaca pemberian nama anak.

Pertama ; Masalah azan dan iqamat terhadap bayi yang baru lahir, terdapat perintah dan sesuai contoh yang telah ditunjukkan oleh Nabi kita Muhammad Saw. Dalam sebuah hadist yang dirawikan oleh Abu Daud dan Tirmizi dari Abi Rafi' r.a. ia berkata : “Pernah aku melihat Nabi Saw azan (sebagai) azan sembahyang di telinga kanan Hasan bin Ali ketika ia dilahirkan oleh Fathimah r.a”

Dalam riwayat Ibnu Sunny, dari Hasan Bin Ali r.a. berkata ia :”Siapa-siapa yang lahir seorang anak baginya, hendaklah diazankan di telinga kanannya, dan dibacakan iqamat sembahyang di telinga kirinya, maka tidaklah ia akan disakiti oleh ummushibyan (jin).

Kedua ; Mengenai Aqiqah, kewajiban aqiqah ini bukanlah sesuatu yang baru, bahkan ia adalah sebuah kebiasaan yang telah berlangsung bersamaan dengan tibanya fajar Al-Islam. Yang perlu diingatkan adalah bagaimana kita memahami dan menjalankannya. Serta harus didasari oleh pengetahuan kita yang baik perihal tersebut. Aqiqah ini dilaksanakan dari generasi kegerasi Islam berlandaskan kepada hadist-hadist Nabi Saw yang merupakan landasan hukumnya.

Dari Samurah r.a. dari Nabi Saw, berkata ia : “Tiap-tiap bayi itu tergadai dengan aqiqahnya, yang harus dipotongkan kambing pada hari ketujuh (dari hari lahirnya), dan guntingkan rambutnya pada hari itu dan diberi nama” (Hadist riwayat Abu Daud)

Berkata Imam Ahmad dan Baihaqi : Yang dimaksudkan dengan anak tergadai dalam hadist aqiqah ini, ialah bahwa anak itu terlarang memberikan safaat andai kata ia mati selagi kecil. Atau anak itu tergadai (tertahan) jiwanya dari pertumbuhan yang baik , dan tertahan jiwanya menghadapi kebahagiaan dirinya, sampai ia diaqiqahkan.

Tentang aqiqah ini, sekalipun ada pendapat lain yang menganggapnya sebagai ibadah sunat saja, namun hampir seluruh umat Islam menjalankan sesuai hadist-hadists Nabi Saw diatas. Adapun mengenai hewan dan jumlahnya pada aqiah itu, maka dijalankan sesuai pula dengan hadist Nabi Saw. Yaitu untuk bayi laki-laki 2 (dua) ekor kambing dan untuk bayi perempuan 1 (satu) ekor kambing saja. Hal ini didasarkan kepada sabda Rasulullah Saw. Dari Habibah Binti Maisarah berkata ia : pernah aku mendengar Rasulullah Saw bersabda; “Untuk laki-laki dua ekor kambing yang sama besar, dan untuk bayi perempuan seekor kambing”. (Diriwayatkan oleh Abu Daud)

Dari Aisyah r.a.: “Yang sunat dua ekor kambing yang sekufu (sama besar) untuk bayi laki-laki, dan untuk bayi perempuan seekor kambing dimasak secara berangkai-rangkai dan jangan dipecah tulan-tulangnya”. (Hadist riwayat Baihaqi)

Yang perlu diperhatikan pula bahwa hewan yang digunakan untuk aqiqah ini, syarat-syaratnya sama seperti pada hewan qurban (tidak cacat). Demikian pula tatacara penyembelihannya sama seperti sembelihan biasa, Niatnya : baca Bismillahumma laka wa ilaika aqiqatu fulan bin fulan (nama anak dan nama ayahnya).

Pada anak perempuan “ Bismillahumma laka wa ilaika aqiqatu fulana binti fulan”

“Dengan nama Allah ya Tuhan, karena Engkau dan kepada Engkau aqiqah si fulan bin fulan bin fulan”. (fulana binti fulan bin fulan untuk perempuan).

Ketiga; Tasmiyah, Mengenai pemberian nama anak. Rasulullah Saw menyuruh umatnya agar dalam hal memberi nama kepada anak-anak mereka dengan nama-nama yang baik. Artinya hendaklah nama itu mengandung arti atau makna yang baik. Memang nama itu akan senantiasa disebut-sebut ketika orang memanggil kita. Maka apa bila nama itu nama yang baik, niscaya seolah-olah kebaikan itu disebut terus menerus. Ada pula nama yang mengandung do'a dengan arti dan makna yang bagus. Pada pokoknya setiap orang tua berkewajiban memberi nama kepada anank-anaknya dengan nama yang baik-baik. Pengertiannya adalah agar nama itu tidak saja enak pada pendengaran tetapi hendaknya indah pula dalam arti nama tersebut.

Dari Abi Darda r.a. ia berkata : Sabda Nabi Saw : “Sesungguhnya kamu akan dipanggil dihari qiyamat dengan namamu dan nama bapakmu oleh sebab itu hendaknya dipakai nama-nama yang baik” (Riwayat Abu Daud.

Dari Ibnu Umar r.a. dari Nabi Saw ia berkata : “Sesungguhnya nama yang paling disukai Allah ialah Abdullah dan Abdurrahman. (Riwayat Imam Muslim)

Dari Abdul Wahab Jasya'i Bersabda Nabi Saw; “Berilah nama anakmu dengan nama Nabi-nabi, dan nama yang paling disukai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman, dan nama yang paling besar (boleh dijadikan nama) ialah Haris dan Hammam, dan nama yang paling keji adalah Harab dan Murrah.(Riwayat Abu Daud dan Nasai)

Adapun Haris dan Hammam masih dinamakan nama yang baik, karena nama-nama itu baik artinya, Haris artinya orang bertani, sedang Hammam artinya orang tinggi cita-citanya. Sedang Harab dan Murrah, dikatakan nama yang paling keji, karena artinya yang keji pula, yaitu “perang” dan “pahit” (dikutip dari kitab fiqih Safei'i) Jadi seseorang yang akan memberi nama kepada seseorang, supaya sekurang-kurangnya yang berarti baik, jangan yang berarti buruk, sebagaimana yang dinyatakan pada hadist diatas. Dan seseorang yang hendak menyerupakan nama itu kepada nama Tuhan, hendaklah ditambah Abdu didepannya, seperti Abdusshamad, Abdussalam, Abdurrazak, Abdul Djalil, Abdul Hakiim dan seterusnya.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...