
" Wejangan "
dari yang saya cintai dan saya muliakan Ayahanda,
Alhabib Ali bin Muchsin Albar "
I. RUMAH TANGGA MUSLIM
Sunnahtullah dalam artian ketentuan Allah segala menjadikan segala sesuatu berpasang-pasangan. Manusia yang berlainan jenis kelamin, dilengkapi dengan isntik. emosi serta kecenderungan untuk berkumpul manjadi satu kesatuan yang saling membutuhkan dan melengkapi. Oleh karenanya maka pada batas usia tertentu manusia yang berlainan jenis tersebut saling tertarik antara satu dengan yang lainnya. Agar komunitas manusia tidak hidup seperti komunitas hewan (binatang), maka Allah melengkapinya dengan sebuah ketentuan, aturan dan hukum yang disebut syari'at . Dengan begitu maka komunitas manusia ini hidup dalam sebuah tata kehidupan yang teratur, seimbang, terhormat dan mulia. Begitulah maksud penciptaan manusia oleh Allah SWT sejak manusia yang pertama yakni Nabi Adam a.s dan Siti Hawa a.s. Syari'at atau aturan, ketentuan hukum Allah, diberikan kepada setiap Nabi a.s untuk diberlakukan kepada komunitas manusia sebagai umat dari masing-masing Nabi dan Rasul tersebut. Ketentuan dan hukum Allah itu terus berkembang sejak Nabi Adam a.s sebagai Nabi yang pertama sampai kepada Nabi Muhammad Saw sebagai Nabi dan Rasul-Nya yang terakhir. Paling tidak harus kita ketahui bahwa ada
Yang kita bicarakan adalah esensi sebuah perkawinan sebagai Sunnahtullah, dimana prosesnya melalui Sunnahtur Rasul sebagai sebuah syari'at atau ketentuan serta hukum Islam. Yang harus dipatuhi oleh seluruh umat Islam demi patuh serta tunduk kepada Allah dan Rasul-Nya. Islam sebagai agama yang terakhir, diturunkan Kitab-Nya melalui Nabi dan Rasul-Nya yang terakhir Muhammad Saw, merupakan petunjuk terlengkap. Guna melengkapi semua ketentuan hukum syari'at yang pernah diturunkan Allah kepada Nabi - Nabi dan Rasul-Nya sebelum itu.
Kini kita lihat beberapa ketentuan Allah yang berkaitan dengan pembinaan sebuah rumah tangga atau perlunya manusia diikat dengan tali perkawinan melalui pernihahan :
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (S. AR-RUM : 21)
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa.
Dari beberapa ayat tersebut diatas secara umum menunjukan kepada kita bahwa Allah menghendaki manusia itu bekembang biak, berketurunan, bersuku-suku bangsa. Semua itu dapat dilaksanakan melalui hubungan perkawinan yang sah dan benar sesuai dengan ketentuan Agama Allah. Ketentuan Allah tersebut disampaikan melalui Nabi kita Muhammad Saw, yang kemudian menetapkan semua hukum-hukum Allah dengan sebuah syari'at Islam. Inilah yang kemudian disebut sebagai Sunnah Rasul atau Sunnah Nabi Saw yang patut serta harus diikuti oleh seluruh umatnya.
Petunjuk Nabi Saw perihal bangunan rumah tangga muslim itu dapat kita simak dari beberapa hadist Rasulullah Saw yang sangat populer antara lain :
Nikah itu adalah sunnahku, maka barangsiapa yang mengikuti sunnahku, dia adalah dari golonganku (pengikutku), dan barang siapa yang meninggalkan sunnahku maka dia bukan dari golonganku.
Setelah semua ketentuan syari'at terpenuhi, maka pertemuan antara dua insan manusia yang berlainan jenis kelaminnya hanya dapat disatukan secara sah melalui sebuah proses aqad nikah. Selanjutnya manusia mendambakan sebuah rumah tangga yang bahagia, harmonis, sejahtera lahir dan batin.
Dan inilah yang dikenal didalam Islam sebagai sebuah rumah tangga dan keluarga yang SAKINAH, MAWADDAH, WARAHMAH. Manusia khususnya semua umat Islam berpeluang mencapai kebahagian hakiki seperti itu dengan syarat harus senantiasa berada didalam koridor dan bingkai syariat Islam. Dengan demikian akan terpenuhi semua hak, kewajiban serta tanggung jawab setiap individu baik sebagai ayah atau ibu, sebagai suami atau istri dan sebagai anak atau orang tua. Betapa tidak, ayat-ayat Al-Qur'an dan hadist Nabi Saw seperti disebut diatas adalah bagian ayat-ayat Allah dan hadist Rasulullah Saw yang dibacakan pada sitiap prosesi upacara aqad nikah, dan disudahi dengan do'a. Maka kini terbentuklah subuah bangunan rumah tangga muslim dengan segala harapan, cita-cita serta usaha dan ikhtiyar guna mewujudkan kehidupan yang berhagia “fiddunia hasanatan wafil akhirati hasanatan”
II. SEBAGAI SUAMI DAN ISTRI
Ketika melangkah memasuki pintu gerbang rumah tangga, setiap orang dengan sendirinya akan merasa bahwa ia telah memikul sebuah tanggung jawab sesuai dengan kedudukan dan fungsinya didalam rumah tangga itu. Pada umumnya pasangan suami istri yang baru memasuki kehidupan rumah tangga akan memanfaatkan seluruh waktunya guna mereguk manisnya madu perkawinan. Hal hal berlangsung untuk waktu tertentu, yang bagi tiap pasangan relatif berbeda.
Ia harus mampu memimpin mereka kejalan yang diredhai Allah Swt. Seperti menunaikan tugas-tugas dan kewajiban malaksanakan perintah-perintah agama. Yang akan menjamin keselamatan mereka semua baik di “dunia dan di hari akhirat”. Seorang istri memiliki hak yang sama dan seimbang dari suaminya hal ini dapat kita lihat pada ayat Allah yang berbicara perihal tersebut.
“Kaum perempuan itu mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya secara patut” (S.AL-BAQARAH : 228)
Pergaulilah istri-istri kamu itu secara patut” (S. AN-NISA 19)
“Jika mereka telah menuruti kemauan kamu, maka janganlah mencari-cari jalan untuk menganiaya mereka” (S. AN-NISA : 34)
Sebagai seorang suami sedikit banyaknya ia harus mengetahui tatacara mempergauli istrinya sesuai syari'at yang dibawa oleh Nabi kita Muhammad Saw. Dalam hal ini perhatikan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Buhkari dan Muslim, dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah Saw telah bersabda ;
“Sesungguhnya seseorang bila ia hendak mendatangi istrinya (menggaulinya), hendaklah ia membaca :”Dengan nama Allah, Ya Allah jauhkan kami dari syaithan, dan jauhkan syaithan itu dari barang yang Engkau beri rezeki kepada kami”, karena sesunggahnya jika ditakdirkan ada anak antara keduanya di waktu itu, tidak dapat syaithan menyakitinya selama-lamanya.”.
Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.
Kedua, menegenai seorang istri.
“ Kiranya boleh aku menyuruh seseorang untuk menyembah seseorang yang lain, niscaya aku akan menyuruh seorang istri menyembah suaminya”(H.R. Tirmizi)
III. MENDAMBAKAN KEHADIRAN ANAK
“Semua anak dilahirkan dalan keadaan fitrah (suci), ayah dan ibunya (kedua orang tuanya) yang kemudian menjdikan dia Yahudi, Nashrani atau Majusi”.
IV. MENYAMBUT KELAHIRAN ANAK
Inilah tahapan kebahagiaan sebuah rumah tangga yang sangat didambakan, rasa bahagia seorang istri disebabkan ia merasa telah mampu memenuhi harapan semua orang. Harapan suaminya, harapan keluarga suaminya, dan harapan keluarganya sendiri. Ia kini telah mempunyai sebuah bukti kemampuan sebagai seorang ibu.. Ini adalah saatnya keluar tangisan serta air mata kebahagiaan penuh syukur kepada Allah Swt. Hal yang sama terjadi pada diri sang suami, ia merasa benar-benar telah menjadi seorang lelaki-pria sejati. Ia telah membuktikan bahwa ia mampu menjadi seorang ayah. Hatinya kala itu di penuhi oleh rasa bahagia yang tiada taranya, ia menyambut setetiap ucapan selamat dengan rona wajah bahagia. Begitulah gambaran umum ketika orang menghadapi kelahiran anak keturunan, buah hati sibiran jantungnya, apapun jenis kelaminnya. Selanjutnya ada beberapa tindakan yang tidak boleh dilupakan yaitu ;
1. Mengumandangkan kalimat azan shalat di telinga kanan bayi, serta iqamat pada telinga kirinya (bagi bayi laki-laki). Dan bagi bayi perempuan cukup dengan iqamat saja ditelinga kanannya. Hendaknya disertai do,a untuk masing-masing bayi-bayi tersebut setelah azan dan iqamat, agar dijauhkan dari gangguan syaitan, dan gangguan dari pandangan manusia atau makhluk lain yang mengganggunya.
2. Agar dibacakan pula ditelinga bayi tersebut ayat-ayat Al-Qur'an yakni surah Al-Qadr, Surah Quraisy masing-masing 1 X dan Surah Al-Iklaas 3 X.
3. Agar membawa buah kurma yang lunak kepada ‘Ulama Ba'alawi yang shaleh untuk dido'akan serta dicicipinya. Kemudian buah kurma tersebut diberikan kepada bayi yang baru lahir untuk disapnya. Hal ini dilakukan sebelum bayi tersebut meminum apa-apa, termasuk sebelum memminum air susu ibunya. Ini adalah sebuah barakah dari ‘Ulama Habaib yang shaleh tadi. Menurut tradisi kalangan Alawiyyin – dzurriat Rasulullah Saw.
4. Mengambil plasenta (ari-ari) bayi tersebut untuk dibersihkan dan dikuburkan sebagaimana mestinya.
5. Kewajiban Aqiqah atas bayi yang lahir tersebut.
6. Tasmiyah atau upaca pemberian nama anak.
Pertama ; Masalah azan dan iqamat terhadap bayi yang baru lahir, terdapat perintah dan sesuai contoh yang telah ditunjukkan oleh Nabi kita Muhammad Saw. Dalam sebuah hadist yang dirawikan oleh Abu Daud dan Tirmizi dari Abi Rafi' r.a. ia berkata : “Pernah aku melihat Nabi Saw azan (sebagai) azan sembahyang di telinga kanan Hasan bin Ali ketika ia dilahirkan oleh Fathimah r.a”
Dalam riwayat Ibnu Sunny, dari Hasan Bin Ali r.a. berkata ia :”Siapa-siapa yang lahir seorang anak baginya, hendaklah diazankan di telinga kanannya, dan dibacakan iqamat sembahyang di telinga kirinya, maka tidaklah ia akan disakiti oleh ummushibyan (jin).
Kedua ; Mengenai Aqiqah, kewajiban aqiqah ini bukanlah sesuatu yang baru, bahkan ia adalah sebuah kebiasaan yang telah berlangsung bersamaan dengan tibanya fajar Al-Islam. Yang perlu diingatkan adalah bagaimana kita memahami dan menjalankannya. Serta harus didasari oleh pengetahuan kita yang baik perihal tersebut. Aqiqah ini dilaksanakan dari generasi kegerasi Islam berlandaskan kepada hadist-hadist Nabi Saw yang merupakan landasan hukumnya.
Dari Samurah r.a. dari Nabi Saw, berkata ia : “Tiap-tiap bayi itu tergadai dengan aqiqahnya, yang harus dipotongkan kambing pada hari ketujuh (dari hari lahirnya), dan guntingkan rambutnya pada hari itu dan diberi nama” (Hadist riwayat Abu Daud)
Berkata Imam Ahmad dan Baihaqi : Yang dimaksudkan dengan anak tergadai dalam hadist aqiqah ini, ialah bahwa anak itu terlarang memberikan safaat andai kata ia mati selagi kecil. Atau anak itu tergadai (tertahan) jiwanya dari pertumbuhan yang baik , dan tertahan jiwanya menghadapi kebahagiaan dirinya, sampai ia diaqiqahkan.
Tentang aqiqah ini, sekalipun ada pendapat lain yang menganggapnya sebagai ibadah sunat saja, namun hampir seluruh umat Islam menjalankan sesuai hadist-hadists Nabi Saw diatas. Adapun mengenai hewan dan jumlahnya pada aqiah itu, maka dijalankan sesuai pula dengan hadist Nabi Saw. Yaitu untuk bayi laki-laki 2 (dua) ekor kambing dan untuk bayi perempuan 1 (satu) ekor kambing saja. Hal ini didasarkan kepada sabda Rasulullah Saw. Dari Habibah Binti Maisarah berkata ia : pernah aku mendengar Rasulullah Saw bersabda; “Untuk laki-laki dua ekor kambing yang sama besar, dan untuk bayi perempuan seekor kambing”. (Diriwayatkan oleh Abu Daud)
Dari Aisyah r.a.: “Yang sunat dua ekor kambing yang sekufu (sama besar) untuk bayi laki-laki, dan untuk bayi perempuan seekor kambing dimasak secara berangkai-rangkai dan jangan dipecah tulan-tulangnya”. (Hadist riwayat Baihaqi)
Yang perlu diperhatikan pula bahwa hewan yang digunakan untuk aqiqah ini, syarat-syaratnya sama seperti pada hewan qurban (tidak cacat). Demikian pula tatacara penyembelihannya sama seperti sembelihan biasa, Niatnya : baca Bismillahumma laka wa ilaika aqiqatu fulan bin fulan (nama anak dan nama ayahnya).
Pada anak perempuan “ Bismillahumma laka wa ilaika aqiqatu fulana binti fulan”
“Dengan nama Allah ya Tuhan, karena Engkau dan kepada Engkau aqiqah si fulan bin fulan bin fulan”. (fulana binti fulan bin fulan untuk perempuan).
Ketiga; Tasmiyah, Mengenai pemberian nama anak. Rasulullah Saw menyuruh umatnya agar dalam hal memberi nama kepada anak-anak mereka dengan nama-nama yang baik. Artinya hendaklah nama itu mengandung arti atau makna yang baik. Memang nama itu akan senantiasa disebut-sebut ketika orang memanggil kita. Maka apa bila nama itu nama yang baik, niscaya seolah-olah kebaikan itu disebut terus menerus.
Dari Abi Darda r.a. ia berkata : Sabda Nabi Saw : “Sesungguhnya kamu akan dipanggil dihari qiyamat dengan namamu dan nama bapakmu oleh sebab itu hendaknya dipakai nama-nama yang baik” (Riwayat Abu Daud.
Dari Ibnu Umar r.a. dari Nabi Saw ia berkata : “Sesungguhnya nama yang paling disukai Allah ialah Abdullah dan Abdurrahman. (Riwayat Imam Muslim)
Dari Abdul Wahab Jasya'i Bersabda Nabi Saw; “Berilah nama anakmu dengan nama Nabi-nabi, dan nama yang paling disukai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman, dan nama yang paling besar (boleh dijadikan nama) ialah Haris dan Hammam, dan nama yang paling keji adalah Harab dan Murrah.(Riwayat Abu Daud dan Nasai)
Adapun Haris dan Hammam masih dinamakan nama yang baik, karena nama-nama itu baik artinya, Haris artinya orang bertani, sedang Hammam artinya orang tinggi cita-citanya. Sedang Harab dan Murrah, dikatakan nama yang paling keji, karena artinya yang keji pula, yaitu “perang” dan “pahit” (dikutip dari kitab fiqih Safei'i) Jadi seseorang yang akan memberi nama kepada seseorang, supaya sekurang-kurangnya yang berarti baik, jangan yang berarti buruk, sebagaimana yang dinyatakan pada hadist diatas. Dan seseorang yang hendak menyerupakan nama itu kepada nama Tuhan, hendaklah ditambah Abdu didepannya, seperti Abdusshamad, Abdussalam, Abdurrazak, Abdul Djalil, Abdul Hakiim dan seterusnya.
Jennifer 42p · 122 weeks ago
Rumah Milenial BSD
Blue Sea · 116 weeks ago