IP

Entri Populer

26 November, 2008

Dimanakah Ghirroh Ke-Sayyid-anmu?

Artikel yang sangat menarik ini saya baca dan beri komentar pada blognya Mas Syafii seorang Muhibbin. Aslinya artikel ini dari blog Syarifah Lulu Assegaf. Mudah-mudahan bisa diambil hikmahnya..


DIMANAKAH GHIRROH KE-SAYYID-ANMU?

By: Intan Agil Al-Attas

Fikri duduk terdiam seorang diri di warung kopi di sebuah gang sempit. Pikirannya sedang kusut. Ia mengeluarkan kotak Marlboro dari kantongnya dan mulai merokok tanpa henti. Sudah dua jam ia duduk disitu. Batang rokoknya tinggal satu. Ia menyalakan rokok terakhirnya. “Kapan kita menikah?” suara Tasya masih terngiang di telinganya. Ia bukannya tidak ingin menikahinya. Dari segi fisik, mental, dan keuanganpun Fikri sudah siap untuk menikah. Satu-satunya masalah yg sedang dihadapinya adalah bagaimana mengatakannya pada orang tuanya. Dari dulu ia tahu Tasya yang keturunan indo-cina tidak akan bisa diterima di keluarganya.


“Engkau seorang sayid. Menikahlah dengan syarifah. Ini harapan abah dan umimu yang nggak bisa dikompromi. Cukuplah kakakmu saja yang ‘keluar dari rel-nya’.” Itu kata-kata abah yang masih segar di ingatannya saat kakaknya menikah dengan lelaki pribumi lima tahun yang lalu. Fikri membenamkan wajahnya ke meja. “Bagaimana ini Ya Allaah…” Ia tidak sampai hati menyakiti orangtuanya namun ia tidak ingin melepaskan Tasya, apalagi gadis itu sudah cinta mati dengan Fikri. “Cks…Tasya bisa nangis darah jika aku putuskan. Bahkan mungkin bunuh diri.” Setan mulai meracuni pikirannya. Fikri mulai berpikiran yang tidak-tidak. Kedua tangannya memegang kepalanya seakan-akan mau pecah.

“Hey, Kri!” Tiba-tiba ada yang menepuk bahu Fikri. “Bekher ente? Ada apa kok mukamu kusut gitu kayak orang stress?”

“Oh..Bang Ali..ana emang lagi banyak pikiran nih bib” jawab Fikri. Bang Ali adalah keponakan umi satu ayah tapi lain ibu. Ia tinggal di depan warung kopi bersama Kak Balqis istrinya, dan ketiga anaknya yang masih kecil.

Ada sedikit kelegaan di hati Fikri bertemu Bang Ali. Ia mempunyai pandangan yang luas dalam menilai sesuatu. Banyak orang yang minta pendapatnya saat mereka sedang dihadapi masalah. Seperti biasa, Fikri mulai menceritakan masalahnya dari awal hingga akhir.

“Fikrii..Fikri…” Bang Ali menggelengkan kepalanya. Sebelum berkata lebih lanjut ia memesan satu bungkus rokok dan secangkir kopi. Sambil memasukkan batang rokok ke mulutnya, ia berkata “Ente bahlol ya? Dulu bukannya udah dua kali ngadepin persoalan yang sama. Gak kapok-kapok ente? Cuma orang bahlol yang gak bisa ngambil pelajaran dari pengalamannya. Cape deeeh ”.

Bang Ali memang benar. Ini merupakan yang ketiga kalinya ia melakukan kesalahan yang sama. Yang pertama, ia bisa melepaskan Dewi dengan alasan masih kuliah. Yang kedua, ia memutuskan Sarah dengan alasan belom punya pekerjaan tetap. Sekarang, ia kehabisan akal bagaimana memutuskan Tasya. Dan lagi ia tidak berani memutuskan Tasya karena pada dasarnya ia lelah hidup membujang.

“Ente berani bermain api padahal ente tau betul nantinya kalau bukan Tasya yang terbakar, abah umi ente yang terbakar”. Mendengar itu Fikri terhenyak.

“Sekarang tinggal pilih deh. Tasya, atau orang tua yang ingin ente bahagiain. Coba, ente lebih sayang siapa? Mata Fikri mulai berkaca-kaca. Melihat itu Bang Ali langsung diam. Kasihan sekali ini anak pikirnya. Sebetulnya masih banyak yang ingin ia katakan tapi rupanya Fikri tidak siap mendengarnya. Ternyata, di balik tubuhnya yang gagah, hatinya sangat rapuh.

“Al afu Kri. Ana gak ada maksud untuk nyudutin ente. Ya udah gini aja. Ente coba ngomong baik-baik sama abah-umi. Kalau mereka tetep gak ridho ente nikah sama Tasya, ya udah putuskan ia secara baik-baik. Beri ia pengertian tentang keadaan ente yang sebenarnya. Memang bakal sakit rasanya Kri. Butuh waktu untuk bangkit kembali. Tapi dengan sabar dan do’a, mudah-mudahan ente dan Tasya masing-masing dapet jodoh yang cocok dan memuaskan. Sebaiknya masalah ini cepat diselesaikan Kri. Jangan berkhayal akan ada moment yang tepat untuk bicara. Sekaranglah saat yang tepat. Karena semakin ente ulur-ulur waktu, semakin besar harapan Tasya ke ente. Semakin besar pula harapan abah-umi ente untuk segera nikah dengan syarifah.” Fikri mengangguk, “Doain ana ya bib”.

Pintu rumah seberang warung terbuka. Kak Balqis muncul dari balik pintu. Sambil membetulkan kerudungnya, ia berjalan ke arah warung. “Abang! Gulanya mana? Ditungguin dari tadi ternyata nongkrong di sini.”

“Oh iya! Al afu abang lupa. Ada Fikri nih di sini.”

“Bekher Kri?”

“Bekher Alhamdulillah Kak.”

Balqis membeli gula dan duduk di sebelah Bang Ali. Ia melihat kotak rokok di atas meja. Sambil memberikan senyum yang sangat manis ke suaminya, “Udah ngisap berapa batang hari ini?”

“Baru tiga batang” jawab Bang Ali sambil membalas senyum istrinya.

“Cukup dulu ya” Kak Balqis menyita kotak rokok, “Rokok itu gak bagus buat pertumbuhan sperma.”

Mendengar itu Bang Ali tertawa terbahak-bahak. Biasanya kata-kata umum yang sering diucap oleh wanita adalah “Rokok tidak bagus buat jantung” atau “Rokok tidak bagus buat paru-paru”. Ali selalu tertawa setiap kali mendengar komentar istrinya yang luar biasa. Baginya, segala perkataan dan kelakuan istrinya dianggap lucu dan menggemaskan.

“Hebat betul pasangan ini” pikir Fikri. Sudah 7 tahun mereka menikah tapi gelagatnya masih seperti pengantin baru. Padahal Kak Balqis berasal dari keluarga yang sangat kaya dan Ali berasal dari keluarga yang bisa dikatakan berada di bawah standar. Fikri melihat sendiri bagaimana perjuangan mereka untuk bersatu. Bang Ali banting tulang setiap hari untuk membangun bisnis kecil-kecilan. Kak Balqis dengan sabarnya menunggu sampai Bang Ali berhasil mengontrak rumah mungil di gang sempit ini.

Setelah menikah, mereka masih diberi ujian. Dengan penghasilan yang sangat kecil, Kak Balqis dengan sekuat tenaga beradaptasi untuk dapat hidup serba pas-pasan. Bang Ali pun bersabar atas masakan istrinya yang terkadang terlalu asin atau terlalu manis. Maklumlah, sangking kayanya, Kak Balqis dulu jarang sekali masuk dapur. Butuh waktu 6 bulan untuk bisa memasak sayur asem dengan rasa selayaknya sayur asem. Tapi sekarang Masya Allah… ia bisa masak macam-macam bahkan mahir membuat kue. Dan dua tahun belakangan ini bisnis Bang Ali mulai menunjukkan titik terang. Ia mempunyai 4 toko. Toko buku dan optik berada di bawah manajemennya dan 2 toko lainnya, toko kue dan batik pekalongan, ia biarkan Kak Balqis yang mengurusnya. Mereka dianugerahi dua anak kembar Hasan dan Husein, berusia 6 tahun, dan Aisyah, berusia 3 tahun. Bulan depan mereka akan pindah ke rumah yang lebih besar. Pasangan ini betul-betul saling melengkapi. Subhanallah… inikah yang disebut sebagai keluarga yang sakinah, ma waddah, wa rohmah?

“Fikri kok nongkrong di sini aja? Kenapa gak mampir ke rumah? Udah sombong ni yaah..” ujar Kak Balqis.

“Gak kok Kak. Cuma pikiran lagi kusut aja sekarang.”

“Loh, kenapa Kri?”

Bang Alipun menceritakan masalah Fikri ke istrinya.

Kak Balqis menghela nafas. “Biasa tu.. masalah klasik sayid dan syarifah. Cobaan para sayid jaman sekarang ini, di mata mereka, yang non-syarifah itu lebih menggairahkan, lebih terbuka, lebih agresif, dan sangat nyaman dijadikan pacar. Dan cobaan para syarifah itu, non-sayid itu lebih sabar, tidak tempramen, lebih berpendidikan, lebih mapan, lebih manis kata-katanya, lebih pengertian, hingga lebih nyaman dijadikan tempat berlindung.”

Kak Balqis menatap Fikri dengan tajam. “Menurut kamu pribadi nih Kri, seorang syarifah harus nikah dengan sayid gak?”

“Iya, harus” jawab Fikri.

“Kalau sayid?”

“Tidak harus”

“Kenapa begitu?” lanjut Kak Balqis.

Entah apa yang di pikiran Kak Balqis menanyakan sesuatu yang ia sudah tahu jawabannya, namun Fikri tetap menjawab.

“Karena laki-laki yang membawa keturunan, nggak masalah siapa yang dinikahinya.”

“Nggak masalah ya…” Kak Balqis menahan emosi.

“Iya”

“Kau ini punya pendirian gak sih?” tanya Kak Balqis agak meninggi. Fikri tersentak.

“Kau meyakini syarifah harus nikah dengan sayid tapi nggak sebaliknya, padahal kau tau di dunia ini jumlah syarifahnya lebih banyak dari sayid. Jadi, setiap sayid yang menikah dengan non-syarifah artinya ia telah mengorbankan satu syarifah. Daripada mereka menikah dengan non-sayid, kau lebih senang mereka mati perawan? Mana tanggung jawabmu sebagai seorang sayid? Apa ghirroh kesayyidanmu sudah padam?”

Wajah Fikri langsung memerah karena malu.

“Kalau kau masih juga mau menikah dengan Tasya, ahsan buang saja gelar sayidmu itu ke tong sampah. Gak usah yahanu bersyukur dilahirkan sebagai sayid deh”

Kali ini Fikri rasanya seperti ditampar. Kata-kata itu sungguh menyakitkan. Ia menahan sekuat tenaga agar air matanya tidak mengalir.

“Pah…cukup.” Bang Ali menegur istrinya. Kak Balqis langsung diam, namun matanya masih menatap Fikri dengan tajam. Wajar saja ia emosi. Ia punya banyak adik perempuan, keponakan, misan dan saudara perempuan yang belum menikah padahal sudah cukup umur. Hatinya jadi tambah khawatir memikirkan bagaimana nasib anak perempuannya kelak padahal saat ini umur Aisyah baru 3 tahun. Belom apa-apa sudah jadi beban pikiran..

“Kri..” Bang Ali bertanya “Ente tau kenapa abah ente keras sekali mengharuskan semua anaknya, yang laki-laki maupun perempuan, untuk nikah sekufu?” Fikri tidak menjawab.

“Sebetulnya itu merupakan salah satu wujud kecintaan abah ente terhadap Baginda Muhammad SAW”. Fikri tertegun.

“Tau gak, saat kakak ente nikah dengan non-sayid, abah ente nangis tiap malam sampai berhari-hari. Watak abah ente sangat keras tapi sebetulnya hatinya sangat lembut. Ntar, kalo ente udah punya anak, barulah ente bisa ngerasa betapa lembutnya hati seorang ayah.”

Fikri menunduk. Tenggorakannya terasa perih.

“Kakak kenalin dengan syarifah mau gak Kri? Ada banyak stok nih”, ucap Kak Balqis serius.

“Siapa Pah?” tanya Bang Ali.

“Ada Nasywa, Sabina, Cici, Mona, Rugaya, banyak deh”.

“Wah… ana udah kenal mereka, tapi jarang ngobrol sih..” ucap Fikri.

“Terus? Belom ada yang menarik hati? Ntar kakak carikan yang lain deh” ujar Kak Balqis meyakinkan.

“Bukan… mereka terlalu tinggi buat ana.”

“Terlalu tinggi gimana?” tanya Bang Ali penasaran.

“Nasywa terlalu pintar. Ia sudah S2 sedangkan ana cuma S1. Sabina terlalu baik, sedangkan ana bandel dan sembrono. Lalu..Rugaya dari keluarga yang kaya dan terpandang….”

Bang Ali dan Kak Balqis saling memandang. Mereka hampir tidak percaya dengan apa yang barusan didengarnya.

“Ya Allaaahhhh Fikriiiiii” keluh Bang Ali. “Pengecut kali ente! Belom apa-apa udah minder duluan. Masa ama harim takut? Ente rejal bukan sih? Coba ente kenalan dulu lebih mendalam. Siapa tau mereka bisa nerima ente apa adanya. Jangan menyerah dulu sebelum berperang”. Bang Ali merangkul istrinya dan berkata ke Fikri “Ente gak liat nih contoh konkrit?” Kak Balqis tersenyum. “Harim ana ini bisa terima ana apa adanya padahal dulu ana kere-nya luar biasa.”

Fikri tersenyum. Ada sedikit rasa iri melihat kemesraan mereka. Ia ingin sekali bisa seperti itu kelak.

Pintu di seberang warung kembali terbuka. Kali ini si kembar yang keluar.

“Abah!” teriak Husein.

“Lebaik!”

“Ayo, katanya mau maen bola!” sahut Hasan.

“Ayo! Balas ayahnya. “Abah ambil bola dulu ya?” Sambil bangun dari tempat duduknya, Bang Ali bilang “Kri, ke rumah ana dulu sebentar”.

Bang Ali menyerahkan 3 buku ke Fikri. “Baca ini dulu Kri” sambil menunjuk buku tentang sejarah Nabi Muhammad SAW. “Dijamin kecintaan terhadap Rasulullah akan bertambah bagi siapa saja yang membacanya insya Allah. Dibaca ulang terus juga ente gak akan bosan.”

Buku lainnya yang diterima Fikri adalah kumpulan doa-doa, wirid, ratib, dan maulud. Dan satu lagi tentang biografi seorang habib zaman dahulu yang terkenal beserta ajaran dan kata-kata mutiaranya.

Saat Fikri pamit, Bang Ali berkata, “Besok ikut ana hadir maulid. Setelah itu kita keliling ziarah dan silaturrahmi ke habib-habib yang dituakan. Mudah-mudahan dengan begini ente kembali ke ajaran salaf.

Sambil berjalan menuju rumahnya, Fikri kembali mencerna kata-kata Bang Ali dan Kak Balqis. Kali ini ia biarkan air matanya yang sejak tadi ditahan sekuat tenaga mengalir deras di pipinya. Air matanya terasa panas. Fikri bertanya pada dirinya sendiri, “Apa benar semangat kesayyidanku telah padam?” Ia jadi merinding dan ketakutan. Kedua tangannya mengusap wajahnya dan menarik nafas dalam-dalam. “Besok aku akan ikut Bang Ali”, tekadnya.

-Untuk semua saudara dan kawan2ku; sayid & syarifah-

Jakarta, 5 Mei 2008

25 November, 2008

Biografi singkat Ayahanda tercinta Alhabib Ali bin Muchsin Albaar


Ayahanda, Sayyid Ali bin Sayyid Muksin Albaar adalah putera pertama dari sepasang suami – isteri yang sederhana, menikah pada tanggal 5 Juli 1945 Miladiyah atau bertepatan dengan tanggal 27 Rajab 1365 Hijriyah. Ayah beliau bernama Sayyid Muksin bin Al- Habib Ahmad bin Muksin Albaar, dan Ibundanya benama Syarifah Zena binti Al- Habib Muhammad Bin Musthafa Bin Syech Abubakar.

Ayahanda lahir pada hari Selasa tanggal 22 Juli 1946 M, bertepatan dengan tanggal 23 Sya’ban 1366 H. di Sanana sebuah Kota Kecamatan (sekarang Kabupaten) Kep.Sula. Tepatnya di Kampung Fagudu. Kehidupan serba kekurangan pada saat itu melanda seluruh wilayah Republik Indonesia yang baru merdeka kurang dari setahun. Pada tahun 1953 Sayyid Muksin membawa seluruh keluarga pindah ke Ternate – ibu kota Kabupaten Maluku Utara ketika itu (sekarang Provinsi).

Kedua orang tua Alhabib Ali masing-masing diasuh dalam lingkungan keluarga Muslim yang ta’at menjalankan syariat Islam. Maka sejak dini Ayahanda telah diperkenalkan kepada dasar-dasar ajaran Islam oleh kedua ayah bundanya. Alhabib Ali lebih banyak diasuh oleh sang Ibu, karena ayah beliau adalah seorang pedagang keliling pulau-pulau di Maluku Utara yang kadang memakan waktu berbulan-bulan lamanya baru kembali ke rumah. Ibundanya Syarifah Zena dengan tekun membesarkan anaka-anaknya yang semuanya berjumalah lima orang, terdiri dari dua orang putera dan tiga orang puteri.

Pada tahun 1962, ketika prospek dagang di Ternate dan sekitarnya kurang membuahkan hasil yang memadai, maka kembali ayahanda beliau memboyong seluruh keluarga hijrah kembali ke kota Sanana. Kecuali Alhabib Ali, ditinggalkan di Ternate meneruskan pendidikan sekolah dasar (ketika itu bernama S.R – Sekolah Rakyat). Pada tahun 1963 Alhabib Ali menyusul kedua orang tua dan adik-adik di Sanana, dan menyelesaikan S.L.T.P. dan S.L.T.A. di Sanana kampung kelahirannya.

Setelah lulus dari S.M.A. Sanana pada tahun 1967, pada tahun itu juga beliau meneruskan pendidikannya ke Universitas Hasanuddin Makassar jurusan Ekonomi, tetapi hanya mencapai tingkat II ( semester III). Selanjutnya meneruskan pendidikan ke Sekolah Pelayaran Makassar, selagi masih duduk di tingkat Persiapan FEKON – UNHAS (kuliah rangkap) Tahun 1968. Setelah naik ke tingkat II, Ayahanda meninggalkan fakultas ekonomi. Berkonsentrasi penuh pada Sekolah Pelayaran, dan selesai (tamat) tahun 1969.

Dari Makassar kemudian beliau merantau ke Jakarta, dan mulai mukim di Jakarta sejak Januari 1970. Memulai karier sebagai pelaut sejak Maret tahun 1970 sampai dengan Oktober 1980. Selama lebih kurang sepuluh setengah tahun sebagai Perwira (Mualim) hingga Nakhoda Kapal. Sampai di tarik menjadi karyawan darat tetap pada tahun 1981. Pada sebuah Perusahaan Pelayaran swasta terkemuka di Indonesia, yakni PT.Pelayaran Samudera Indonesia. Karier di darat mulai dari Supervisor, Manager Operasi, Branch Manager sampai jabatan Direktur telah pernah dijani hingga pada saat ini. (pensiun dari PT.Samudera Indonesia tahun 1998)

Ayahanda, Alhabib Ali menikah dengan seorang puteri Kalimantan Selatan dari kalangan keluarga serumpun. Bernama Syarifah Seihah binti Sayyid Muhammad Al-Kaff pada Oktober 1974. Ayahanda di karuniai lima orang anak, masing-masing seorang putera dan empat orang puteri. Namun puteri bungsu yang di beri nama Syarifah Shally Rizqiyatuzzahra wafat pada hari kelahirannya pada tanggal 22 Juni 2002 M , bertepatan dengan 11 Rabi’ul akhir 1423 H.


KARIER DALAM BIDANG AGAMA ISLAM.

Dimulai pada sekitar tahun 1977, secara tiba-tiba datang sebuah keinginan merubah sebuah kebiasaan memborong majalah – majalah mingguan yang terbit pada saat kapal akan berangkat sebagai bacaan selama dalam pelayaran. Diganti dengan buku-buku Agama Islam. Sejak itu Ayahanda tekun membaca buku-buku Agama (terjemahan). Mempelajari Agama Islam secara otodidak. Namun karena terobsesi dengan salah sebuah Sabda Nabi SAW, bahwa orang yang belajar Agama Islam semata-mata dari buku- kitab Agama, maka gurunya adalah setan. (Al-Hadits).

Maka sekalipun masih bertugas sebagai Nakhoda Kapal, Beliau mulai berusaha belajar Agama Islam melalui guru-guru Agama, dan memperoleh Izajah (secara non formal). Diantara guru-guru Beliau adalah : Habib Hasyim bin Husain bin Thahir di Irian Jaya. Habib Abubakar bin Abdullah Alaydrus di Ambon (Almarhum). Al- Ustadz Nurdin bin Abdullah (guru mengaji Al-Qur’an) – Sanana. Habib Abdullah bin Alwi bin Abubakar Al-Jufri - Jakarta (Almarhum). K.H. Syafei Munandar - Jakarta. Habib Muhammad bin Salim Alhabsyi – Bogor (Almarhum). Habib Musthafa bin Abdulkadir Alaydrus - Jakarta. Habib Hasan Baharun Pimpinan Ponpes Darulluqah – Bangil (Almarhum). Habib Abubakar bin Hasan Al-Attas - Martapura. Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Kaff – Kuningan Jabar.


Gemar pula berdiskusi Agama Islam dengan para ‘ulama Habaib dan ‘alim‘ulama lain yang lurus perjalanannya serta luas ‘ilmunya.

Beliau mulai berani berda’wah sejak dipercaya masyarakat lingkungan dimana beliau bertempat tinggal di RW.02 Kelurahan Pondok Bambu Kecamatan Duren Sawit – Jakarta Timur menjadi Ketua Masjid Jami’ Nurul Iman sejak tahun 1983.

Sering pula menyampaikan Khotbah Jum’at, ‘Idil Fitri, ‘Idil Adha, Kotbah Nikah dan ceramah – ceramah Agama Islam di lingkungan Masjid dan Kantor Pemerintah dan Swasta di jakarta. Kalimantan Timur, Pulau Batam, Maluku Utara. Juga di kota-kota lain yang dikunjunginya apabila diminta atau diundang pada acara-acara pengajian. Semua ini berkat dorongan para guru-guru pembimbing beliau, untuk berani berda’wah demi syiar Al Islam.

Pada tahun 1991 beliau berkesempatan menunaikan ‘ibadah Haji ke Baitul Haram dan jiarah ke Maqam Rasulullah SAW di Madinatul Munawwarah bersama ayah bunda serta istri tercintanya. Pada perjalanan ‘ibadah ini pula, ayahanda tercinta beliau Sayyid Muksin Albaar menutup usia di Makkah Al Mukarramah tepat beberapa jam setelah menyelesaikan rukun Haji (Tawwaf ‘Ifadah) usai nafar awal. Tepatnya pada tanggal 26 Juni 1991 M / 13 Zulhijjah 1412 H, pada pukul 03:00 waktu setempat dan dimakamkan dengan tenang di komplek pemakaman di Ma’la Makkah, waktu dhuhah.

Sebuah filosofi hidup yang ditinggalkan kakek saya kepada ayahanda tercinta : “Milik orang lain bukan milikmu, milikmu bukan milik orang lain. Maka hindari milik orang lain, dan pertahankan hak milikmu sendiri sekalipun kepala harus bercerai dari badan”

Buku “PERJANJIAN MANUSIA DENGAN ALLAH” adalah buku yang pertama. Tulisan lain adalah “KESUCIAN SYARIFAH DALAM GUGATAN” – MENGUAK TABIR RAHASIA KEMULIAAN PUTERI-PUTERI AHLUL BAIT NABI MUHAMMAD S.A.W. sebagai Naskah sanggahan atas Buku dengan judull “DERITA PUTRI PUTRI NABI” oleh M.Hasyim Ass.

24 November, 2008

Do'a untuk sahabatku Al habib Mahmud bin Ahmad Alhaddar..


DO’A UNTUK SANG SAHABAT

Wahai Sahabat !
Terasa masih hangat sentuhan badanmu kala kudekap
Jiwaku berbisik menyadarkanku bahwa engkau telah tiada
Seluruh perasaan jiwaku terpana diantara percaya dan tidak
Airmata bercucuran menangisi kepergianmu, bahkan untuk selamanya.

Wahai Sahabat !
Aku duduk tafakkur separohan malam di sisimu, jiwaku bicara padamu
Engkau ketahui yang kudhahirkan maupun yang tersembunyi dalam hatiku
Jasadmu terbujur, namun senyum kepuasan dan kredhaanmu terus menatapku
Aku tahu engkau tidak ingin melihatku berduka melepaskanmu pergi.

Wahai Sahabat !
Saat kepergianmu mengungkapkan rahasia besar tentang yang engkau miliki
Ketululusanmu mendatangi majelis ilmu mengangkat martabat akhir hayatmu
Telah engkau capai kebahagian dunia dan kemulian mati hai sahabatku
Engkau tunjukkan manisnya buah iman, bersih hati dan lezatnya amal kebajikan.

Wahai Sahabat !
Apabila dedaunan, rerumputan, pepohonan serta bebatuan diijinkan bicara
Niscaya mereka disepanjang jalan yang engkau lalui menuju maqammu
Mengisahkan pada makhluk dilangit dan dibumi, siapa gerangan engkau
Semuanya memberikan kesaksian sempurna, dan engkau peroleh luas Rahmat-Nya.

Wahai Sahabat !
Selamat jalan wahai karibku, do’aku selalu untukmu untuk sahabatku tercinta
Ya Allah yang Maha Rahman dan Rahiim, terimalah hamba-Mu yang ikhlas ini
Orang yang detak jantung, nafas dan lidahnya selalu tertuju kepada-Mu jua
Ya Rasulullah, inilah cucundamu, dimasa hidupnya berusaha menjaga Sunnahmu.

Sahabat qarib
Ali Muhsin Albaar

Sekilas Nurul Ta'aj..

Nurul Taaj

Visi
-Membantu mencerdaskan generasi muda islam.
-Merangsang keinginan mendalami Agama Islam.
-Mencari ilmu agama dari sumber mata air Islam yang valid dan populer.

Misi
  1. Menolong generasi muda Islam agar memiliki semangat dan keinginan belajar agama melalui diskusi atau ruang tanya jawab.
  2. Menyediakan tenaga guru pembimbing yang sesuai dalam ruang lingkup cabang-cabang Ilmu Islam.
  3. Mencegah kemungkinan generasi muda masuk kealiran Islam yang sesat, serta mereduksi hal tersebut serendah mungkin dan secara dini.
  4. Upaya transformasi ilmu agama dalam segala aspek secara cermat dan teliti.
  5. Memberi dan Membimbing pemahaman akan ajaran Islam kepada generasi muda Islam.
  6. Menyelamatkan Umat Islam Indonesia dari bahaya dan upaya pengrusakan aqidah.
Nama Nurul Taaj  mengandung arti secara harafiah “Cahaya Mahkota”, Nama ini diambil dari nama Majelis Ta’lim yang dibentuk oleh Al habib Mahmud bin Ahmad Alhaddar. Majelis Ta'lim ini menjadi tempat kami mengadakan pengajian dan pengkajian ilmu-ilmu agamaSetelah beliau wafat kemudian diteruskan oleh anak beliau Al habib Muhammad Salman bin Mahmud Alhaddar. Setelah Al habib Salman meninggal, maka sampai sekarang Majelis Ta'lim ini diketuai oleh mantu dari Al habib Mahmud yaitu Al habib Helmy bin Alwi bin Syech Abubakar. 

Nama Nurul Taaj sendiri dipilih sebab mempunyai makna yang sangat tinggi, karena nama tersebut merupakan nama shalawat yang dianggap sebagai “Mahkota” dari seluruh shalawat yang pernah ada. Jadi nama Nurul Taaj diambil dari judul shalawat yaitu “Shalawat Taaj”. Shalawat Taaj ditulis dan dijadikan amalan oleh  “Sayyidiy Al-Imam Al-Qutb Al-Ghauts Al-Fakhrul Wujud As-Syekh Abu Bakar Bin Salim R.A” yang lebih dikenal dengan “As-Syekh Abu Bakar Bin Salim R.A” .

Beliau adalah seorang Wali Allah dan ulama yang sangat termahsyur, yang dikenal karena keluasan ilmu, dan keluhuran akhlaqnya, serta sangat menyayangi dan mengutamakan kaum faqir miskin daripada dirinya sendiri, Begitu banyak Wali Allah setelah jaman beliau yang notabene adalah turunan beliau sendiri. Begitu juga dengan murid-muridnya yang tersebar ke seluruh dunia. Salah satu keturunannya yang menjadi guru besar di Haramaut adalah Al-Habib Umar Bin Muhammad Bin Salim Bin Hafidh Bin Syekh Abu Bakar Bin Salim. Murid murid Habib Umar yang terkenal dan merupakan salah satu guru kami adalah Al-Habib Munzir bin Fuad almusawa yang mendirikan Majelis Ta’lim yang populer dengan nama “Majelis Rasulullah”.

Beberapa “wejangan” dari As-Syekh Abu Bakar Bin Salim R.A yang dikutip dari “Managib Sayyidina Al-Imam Al-Qutb Al-Ghauts Al-Fakhrul Wujud As-Syekh Abu Bakar Bin Salim R.A” yang ditulis oleh As-Sayyid Muhammad Rafiq Bin Luqman Al-Kaff Gathmyr. Wejangan ini  juga menjadi inspirasi dari visi dan misi Nurul Taaj :

  1. Barang siapa mengenal dirinya, ia tidak akan melihat selain Allah. Barang siapa tidak mengenal dirinya, ia tidak melihat Allah Ta’ala.
  2. Barang siapa bergaul dengan orang-orang yang baik ia akan memperoleh berbagai pengetahuan. Dan barang siapa yang bergaul dengan orang-orang jahat ia akan memperoleh aib dan siksa api neraka.
  3. Berbagai hakekat tidak akan diperoleh kecuali dengan meninggalkan berbagai penghalang.
  4. Dalam qana’ah terdapat ketentraman dan keselamatan sedangkan di dalam tamak terdapat kehinaan dan penyesalan.
  5. Orang yang arif melihat aib-aib dirinya, sedang orang yang lalai melihat aib-aib manusia lain.
  6. Hendaklah kamu bertawadhu’ dan tidak menonjolkan diri. Jauhilah sikap takabur dan cinta akan kedudukan.
  7. Berbagai hakekat terhijab dari hati karena perhatian kepada selain Allah.
  8. Dunia adalah anak perempuan akherat, barang siapa telah menikahi seorang perempuan, maka haramlah memperistri ibunya.
  9. Beristiqamahlahlah kalian dalam setiap amal, karena para ahli kasyaf sekalipun semua bermohon kepada Allah SWT agar mereka diberikan kekuatan dalam beristiqamah agar mereka tidak jatuh dalam keadaan terhijab dari-Nya.
  10. Ketahuilah oleh kalian Ma’rifat kepada Allah SWT adalah dengan kejelasan dan bukan dengan tersamar, dan bilamana seorang hamba diberi-Nya ma’rifat kepada-Nya maka ia pasti akan melihat semua amal yang dicintai oleh Rasul Allah SAW.

Shalawat Ta'aj



صَلاَوَةُالتَّاجٌ

لسيد نا الامام الشيج أبى بكر بن سالم العلوى لثفاءالآسقام

SHALAWAT MAHKOTA

Do’a Tolak Bala’, Serta Penyembuh Segala Penyakit Jasmani / Rohani
Dari Waliyullah : Assayyid Al-Imam Assyeikh Abu Bakar Bin Salim Al-Alawi (Almarhum Almaghfur)

بِسْمِ اللهِ الرَّ حْمَنِ الرَّ حِيْمِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِ نَا مُحَمَّدٍ صَا حِبِ التَّاجِ
Allahumma shalli wa sallim ‘alaa sayyidinaa muhammad shaahibittaaj

وَاْلمِعْرَاجِ وَاْلبُرَاقِ وَاْلعَلَمِ دَافِعِ اْلبَلآءِ وَالْوَبآءِ
Wal mi’raaji wal buraaqi wal ‘alami daafi’il balaai wal wabaa

وَاْلمَرَضِ وَالْأَلَمِ جِسْمُهُ طَاهِرَُ مُطَهَّرَُ مُعَطَّرَُ مُنَوَّرَُ
Wal maradhi wal alami jismuhu thaahirun muthaharun mu’athatharun munawwarun

مَنِ اسْمُهُ مَكْتُوْبَُ مَرْفُوْعَُ مَوْضُوْعَُ عَلَى الَّلوْحِ وَاْلقَلَمِ
Manismuhu maktubun mar fuu’un mau dhuu’un ‘alaa llawhi wal qalam

شَمْسِ الضُّحَى بَدْ رِالدُّجَى نُوْرُالْهُدَى مِصْبَاحُالضُّلَمِ
Syamsi dhuhaa badriddujaa nuurul hudaa misbaahuzhzulam

أَبِى اْلقَاسِمِ سَيِّدِالْكَوْنَيْنِ وَشَنِيْعِ الثََّقَ لَيْنِ سَيِّدِ نَا مُحَمَّدٍ
Abil qaasimi sayyidil kaunayni wa syannii ‘itstsaqalayni sayyidina muhammad

صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلََّمَ سَيِّدِ اْلعَرَبِ وَاْلعَجَمِ
Shallallahu ‘alayhi waaalihi wasallama sayyidil ‘arabi wal ‘azami

نَبِيِّ اْلحَرَ مَيْنِ مَحْبُوْبَُ عِنْدَ رَبِّ اْلمَشْرِقَيْنِ وَاْلمَغْرِبَيْنِ
Nabiyyil haramayni mah buu bun ‘indarabbil masyriqayni wal maghribayni

فَيَا أَيُّهَا اْلمُثْتَاقُوْنَ إِلَى رُوْيَةِ جَمَا لِهِ صَلُّوْا عَلَيْهِ
Fayaa ayyuhal musytaaquuna ilaa ru’yabi jamaa lihi shallu ‘alaihi

وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
Wasallimu tasliimaan



S H A L A W A T    T A ’ A  J
Terjemahan (Shalawat Mahkota)

Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang
Ya Allah, wahai dzat yang maha agung kerajaannya, yang qadim (terdahulu) kebaikannya, yang kekal nikmatnya, yang banyak kebaikannya, yang luas pemberiannya, yang melapangkan rezekinya, yang tersembunyi kelembutannya, yang indah ciptaannya, yang bijaksana lagi tidak tergesa-gesa, yang maha pemurah lagi tidak kikir, Berilah shalawat serta keselamatannya ya Tuhanku, kepada penghulu kami Muhammad dan keluarganya, semoga Allah ridha terhadap para sahabatnya sekalian.

Ya Allah, bagimu sekalian puji sebagai tanda syukur dan bagimu segala karunia hambamu yang faqir dan engkau senantiasa menerima (segenap permohonan kami).

Ya Allah yang memudahkan tiap-tiap yang sulit, yang menolong tiap-tiap yang kesulitan, menjadi sahabat bagi yang kesepian, pemberi kekayaan bagi yang faqir, pemberi kekuatan bagi yang lemah, pemberi rasa aman bagi yang takut, mudahkanlah bagi kami segala yang sulit, karena memudahkan yang sulit itu bagimu amatlah mudah.

Ya Allah, sesungguhnya kami amatlah takut kepada-Mu, takut kepada orang yang takut kepada-Mu.

Ya Allah, dengan hak orang yang takut kepada-Mu selamatkanlah kami dari orang-orang yang tidak takut kepada-Mu.

Ya Allah, dengan hak kekasihmu Muhammad SAW, jagalah kami dengan pandangan matamu yang tak pernah tidur, tempatkanlah diri kami dari tempat yang tidak dikehendaki. Rahmati diri kami dengan kekuasaan-Mu atas kami hingga tidak binasalah kami. Sungguh engkau adalah tumpuan harapan kami dan tempat kepercayaan kami. Ya Allah dengan kasih sayang-Mu wahai dzat yang maha penyayang dari yang penyayang. 

Shalawat serta salam atas junjungan Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya, Beliau pembawa kabar gembira serta pemberi peringatan, pelita penerang yang selalu menerangi dan segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.

Kaifiyah & Fadhilah Shalat Hadiah

Mengenai shalat hadiah kepada orang yang baru meninggal dunia atau yang sudah lama meninggal dunia, dapat dilakukan setiap saat bagi sanak keluarga atau sahabat almarhum / almarhumah. Amalan ini telah dilakukan oleh para shalaf dan khalaf dari kalangan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Oleh karenanya, maka bagi yang mengamalkannya disyaratkan memenuhi salah satu syarat yaitu bertaqlid kepada Imam Syafi’i.

Diriwayatkan dari Nabi SAW, bahwasanya Beliau bersabda : “Tiada jua datang atas mayit yang terlebih keras pada malam yang pertama, maka kasihanilah kamu akan dia dengan shadaqah. Maka barang siapa tidak mampu olehnya akan shadaqah, maka hendaklah ia sembahyang dua raka’at, pada tiap-tiap raka’at membaca : Surat Al-Fatihah (1x),  Ayat Qursi (1x), Surat Al-Hakumuttakattakasur (1x),  dan Surat Al-Ikhlas (10x)”.

Adapun lafadh niat sembahyang hadiah adalah sebagai berikut :

اَُصَِلّىْ سُنَّةَالْهَدِيَهِ اِلَى فُلاَنِ بِنْ فُلاَنِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى 
اَللَّهُ اَكْبَرُ
Ushallii sunnatal hadiyah ilaa fulan bin fulan rak’atayni lillahi ta’alaa, Allaahu akbar.


Sesudah salam baca do’a dibawah ini, dan boleh ditambah do’anya untuk almarhum / almarhumah :


بِسْمِ اللهِ الرَّ حْمَنِ الرَّ حِيْمِ
أَلَّهُمَّ َصلِّ عَلَى َسِّيدِ نَا مُحَمَّدٍ َوعَلَى آلِ َسِّيدِ نَا مُحَمَّدٍ 
اَللَّهُمَّ اِنّىِ صَلَيْةُ هَذَ الصَّلَوةَ وَاَنْتَ تَعْلَمُ مَا اُِرْيدُ اَلَّهُمَّ ابْعَثُ
ثَوَابَهَا اِلَى قَبْرِ فُلاَنِ بِنْ فُلاَنِ .

Bissmillaahirrahmanirrahiim
allahumma shalli ‘alaa sayyidinaa Muhammadin wa ‘alaa ali sayyidinaa Muhammad,
allahumma innii solaytu hajaasolaata wa anta ta’lamu 
maa uriydu allahummaab’atsu tsawaabahaa 
ilaa kobri fulan bin fulan.


Jakarta, 25 Nopember 2004 – 13 Syawal 1425 H

Habib Ali Albaar



19 November, 2008

Mengenal Kedudukan Puncak Kewaliyan As-Syech Abdul Qadir Al Jailani & Sayyidina Al-Ustadz Al-Azham Al Faqih Muqaddam Ra


Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Ilahi Rabbi Allah Rabbil ‘Aalamiin, Penguasa Tunggal, Raja langit dan bumi, Maha mengawasi dan Maha memberi balasan. Maha Agung dan Maha Luhur. Tempat bergantung segala makhluq-Nya. Qudrat dan Iradat-Nya meliputi serta menjangkau segala sesuatu pada seluruh ‘lam ciptaan-Nya. Dengan sifat Rahman dan Rahiim-Nya itu, maka jangkauan kelembutan kasih sayang kepada hamba2-Nya mendahului murka-Nya. Salam dan Shalawat teruntai se-indah2nya Shalawat dihaturkan keharibaan junjungan dan penghulu sekalian umat manusia. Sayyidil ahlil ardhi was samawat. Sayyidil Al- Anbiya’i wal Mursaliin, wa afdalul Habaib, Sayyidina wa Maulana Muhammadin wa ‘ala alihi was shahbihi ajma’in. – Amma ba’du.

Topik ini sengaja ditulis sebagai sebuah upaya mengenalkan kedua tokoh Waliyullah sebagaimana tertulis pada judul tulisan diatas, dengan maksud agar kita lebih mengenali keduanya diantara sekian banyak para Wali Allah yang tersebar dimuka bumi dari zaman ke zaman. Tulisan ini ini sama sekali bukan hendak membanding-bandingkan mereka. Masing2 mereka mempunyai keunggulan di zamannya. Kehadiran mereka serta yang lainnya, adalah sebuah karunia besar dari Allah Jallajalaluh. Mereka semuanya adalah pelita yang menerangi bumi sepeninggal Rasulullah Saw. Kita yang hidup pada zaman ini adalah orang2 yang patut bersyukur ke hadirat Allah kerena manfaat dari mereka yang datang sambung menyambung dari generasi demi generasi. Kita berhutang budi kepada mereka, karena sekalipun kita tidak meneguk langsung sejuknya air dan madu manisnya ilmu pengetahuan agama dari lisan mereka. Tetapi sebenarnya kita belajar agama dari ilmu2 mereka melalui murid2 mereka baik dari keturunan mereka sendiri maupun dari murid2nya yang lain yang menjadi ‘ulama2 besar dari zaman ke zaman. Nama besar kedua tokoh bahasan kita ini kami susun menurut tahun kelahiran mereka.


Kami sangat sadar akan keterbatasan pengetahuan yang ada pada diri kami untuk membicarakan kedua tokoh puncak ini. Semulanya kami sangat takut membicarakan mereka secara terbuka. Kalaupun sekarang kami turunkan tulisan ini, semata-mata ingin membagi pengetahuan tentang kedua tokoh kita yang mulia ini, karena masih terdapat sebahagian orang yang ingin tahu lebih jauh akan Nasab & Kedudukan Puncak Kewalian mereka pada zamannya masing-masing. Kepada (arwah) kedua tokoh mulia ini kami memohon ampun maaf apabila dalam tulisan kami terdapat banyak kekurangan atau bahkan kesalahan. Hal ini mungkin saja terjadi dikarenakan kebodohan dan kemiskinan ilmu pengetahuan kami. Dan kepada mereka yang lebih tahu tentang kedua tokoh mulia ini, atau memiliki dokumen sejarah yang lebih kuat dapat memperbaikinya. Tulisan ini sendiri di ambil dari sumber bacaan yang terbatas. Namun paling tidak diharapkan agar setiap orang yang berbicara tentang tokoh mulia ini atau wali yang lainnya agar menahan diri serta lisan dari kemungkinanan ucapan salah atau keliru ketika membicarakan hal ikhwal mereka, apalagi bagi kita yang tidak hidup sezaman dengan mereka, bahkan mereka telah mendahului kita berabad-abad lamanya.


AS-SYECH ABADUL QADIR AL-JAILANI

Kelahiran dan Nasabnya :

Sayyid Abu Muhammad Abdul Qadir dilahirkan di Naif, Jailani – Irak pada bulan Ramadhan tahun 470 H, bertepatan dengan tahun 1077 M. Ayahnya disebut Abu Shalih. Seorang yang taqwa, keturunan Hadhrat Imam Hasan ra, cucu pertama Raulullah Saw, putera sulung Imam Ali ra. Dan Fathimah ra, puteri tercinta Rasulullah Saw. Ibu beliau adalah puteri seorang Wali Abadullah Saumai, yang juga masih keturunan Imam Husain ra. Putera kedua Imam Ali dan Fathimah, dengan demikian, Sayyid Abdul Qadir adalah Hasani, sekaligus Husaini. - Dari kitab {Futuh Al-Gaib } Selengkapnya : Sayyid Abdul Qadir Al Jailani, bin Musa (Abu Shalih), bin Muhammad, bin Abdullah, bin Yahya Az Zahid, bin Muhammad, bin Daud, bin Musa, bin Abdullah, bin Musa, bin Aljun, bin Abdullah Al Muhdar,bin Alhasan Al Matsna, bin bin Al Hasan As Sibti, bin ‘Ali Karamallahu Wajhah. Dari {Kitab Manaqib).

Sayyid Abdul Qadir , bersifat pendiam, 'nerimo' dan gemar bertafakkur sejak kecil.

Sering berbuat kebaikan yang mengarahkan dirinya kepada pengalaman-pengalaman mistik. Pada usia 18 tahun beliau mulai terlihat kehausan akan ilmu agama, dan kegairahannya untuk selalu dekat kepada para shalihin yang akhirnya membawanya merantau mencari ilmu ke Baghdad. Yang dikala itu memang merupakan pusat ilmu pengetahuan dan peradaban.


Dikemudian hari ia digelar Gauts Al-‘Azham, atau Wali gauts terbesar. Dalam terminology sufi, seorang gauts menduduki jenjang rohaniyah dan keistimewaan kedua dalam memohon ampunan dan ridha Allah bagi umat manusia setelah Nabi Saw. Para ‘ulama besar masa kini menggolongkan beliau sebagai shiddiqin, sebagaimana sebutan Al-Qur’an bagi orang semacam itu. Para ’ulama mendasarkan pandangannya pada peristiwa yang terjadi pada permulaan perjalanan Sayyid Abdul Qadir ke Baghdad. Diriwayatkan bahwa menjelang keberangkatannya ke Baghdad, ibunya yang telah menjanda membekalinya dengan delapan puluh kepingan emas yang dijahitkan pada bagian dalam mantel persis dibawah ketiaknya sebagai bekal. Uang ini adalah warisan ayahnya yang dimaksudkan untuk menghadapi masa-masa sulit. Dikala hendak berangkat sang ibu berpesan agar jangan berdusta dalam segala keadaan. Sang anak pun berjanji didepan ibunda nya untuk senantiasa menjaga pesan tersebut. Sahadan, ketika kereta yang ditumpanginya sampai di satu tempat yang bernama Hamadan, kafilah mereka dihadang oleh segerombolan perampok. Dalam aksi penjarahan itu, para perampok sama sekali tidak memperdulikannya, karena beliau terlihat sederhana lagi miskin. Salah seorang anggota perampok yang melewatinya bertanya kepadanya apakah ia mempunyai uang. Ingat akan janji kepada ibundanya sebelum berangkat, Abdul Qadir kecil ini segera menjawab “Ya, aku mempunyai delapan puluh keping emas yang dijahit didalam baju oleh ibuku”. Tentu saja hal ini menjadikan para perampok itu terperanjat dan keheranan. Heran karena ada manusia sejujur ini. Mereka membawanya kehadapan pimpinan mereka lalu menanyainya, maka beliau pun memberi jawaban yang sama seperti tadi. Begitu jahitan baju Abdul Qadir dibuka, maka mereka pun mendapati delapan puluh keping emas itu. Pemimpin perampok itu terhenyak kagum. Abdul Qadir lalu mengisahakan segala yang terjadi antara beliau dengan ibundanya ketika akan berangkat dari rumahnya, bahkan ibunya berkata apabila ia berbohong maka akan tidak berguna ia menimba ilmu agama. Mendengar ini, maka menangislah sang kepala perampok tersungkur di kaki Abdul Qadir, menyesali segala dosa yang pernah dilakukan.


Kepala perampok inilah murid pertama dalam pengembaraannya. Peristiwa ini merupakan sebuah proses Illahiyah yang mengantarkannya menjadi Shiddiq. Andaikata ia tidak benar, maka keberanian kukuh semacam itu demi kebenaran, dalam saat-saat kritis, tak mungkin baginya.

Selama belajar di Baghdad, ia terkenal jujur dan murah hati serta tabah menghadapi penderitaan. Dengan bakat keshalehannya ia dengan mudah cepat menguasai semua cabang ilmu pada masa itu. Ini terbukti ketika dirinya berhasil menjadi ahli hukum terbesar dimasanya. Namun kerinduaan rohaniyahnya yang lebih dalam membuatnya gelisah, ingin mewujudkan diri lebih dari itu. Bahkan dimasa mudanya ia hanya gemar belajar dan tenggelam dalam belajar, ia gemar mujahadah (menyaksikan langsung kekuasaan dan keadilan Allah melahi mata hati) Ia sering berpuasa, tidak mau meminta dari seseorang, meski dalam bepergiaan berhari-hari tanpa makanan. Ia gemar berkumpul dengan orang-orang yang berfikir secara ruhani. Dalam masa pencarian inilah beliau bertemu dengan seorang wali besar masa itu yang dhahirnya adalah penjual sirup yang mernama Syech Hadhrat Hammad. Lambat laun wali inilah yang membimbing Abdul Qadir dengan sangat ketat, disiplin dan keras. Sekalipun diperlakukan sedemikian keras, tapi Abdul Qadir sang sufi muda yang baru tumbuh ini, menerima semuanya dengan gembira dan merasa sebagai koreksi atas kecacatan ruhaninya. ( calon ghauts ini merasa ruhaninya cacat - Subhannallah).


Latihan Ruhaniyah, Setelah melalui fase pendidikan/belajar berbagai disiplin ilmu agama. Ia kian keras terhadap dirinya sendiri, ia mulai memantangkan diri terhadap segala kesenangan hidup. Kecuali untuk mempertahankan hidup. Seluruh waktu dan tenaganya tercurahkan hanya untuk Shalat dan membaca Al-Qur’an. Shalat yang menyita waktunya itulah, maka beliau selama hidupnya lebih banyak shalat subuh dengan wudhu’ waktu isya’a. Diriwayatkan bahwa sang Syech sering menamatkan bacaan Al-Qur’an pada setiap malamnya.. Selama latihan ruhaniyah ini beliau menghindari berhubungan dengan manusia, sehingga ia tidak bertemu atau bicara dengan seorangpun. Apabila ingin berjalan-jalan, maka ia berjalan berkeliling padang pasir. Setelah 11 (sebelas) tahun sang Syech menutup diri dari dunia luar. akhir masa ini menandai berakhir latihan (riyadah) dirinya. Pada tahap ini Syech Abdul Qadir Al- Jailani menerima “NUR” yang dicarinya. Diri hewaninya kini digantikan oleh wujud mulia karunia Allah Swt.


Diuji Iblis. Diriwayat oleh banyak tokoh-tokoh keagamaan dalam sejarah perihal pengalaman puncak spiritual yang dialami oleh Syech Abdul Qadir seusai masa riyadahnya / uzlahnya berakhir, Pertama :

“Pada suatu hari Iblis menghadap kepada Syech Abdul Qadir, dan memperkenalkan diri sebagai Jibril yang diutus Allah. Sambil berkata bahwa ia membaca Buraq dari Allah yang mengundangnya untuk menghadap Allah dilangit tertinggi. Sang Syech spontan menjawab bahwa si pembicara tidak lain adalah Iblis karena Jibril atau Buraq tidak akan pernah datang kedunia selain kepada Sayyidina Muhammad Saw. Setan toh masih punya cara lain. Katanya baiklah Abdul Qadir engkau telah menyelamatkan dirimu dengan keluasan ilmumu. Enyalah! bentak sang wali, Jangan kau ganggu aku, bukan karena ilmuku tapi karena Rahmat Allah aku selamat dari perangkapmu”


Kedua : “Ketika Syech berada dihutan belantara tanpa makanan dan minuman dalam waktu yang lama. Tiba-tiba awan menggumpal diudara dan turunlah hujan. Sang Syech melepaskan dahaga dengan air hujan itu, Tiba-tiba muncul cahaya terang dicakrawala sambil berseru Akulah Tuhan-Mu, kini Aku halalkan bagimu Segala yang haram. Sang Syech menjawab aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk. Tiba-tiba cahaya terang tadi berubah menjadi awan. Terdengar suara berkata “dengan ilmumu dan Rahmat Allah engkau selamat dari tipuanku”. Lalu ia bertanya tentang kesigapan sang Syech dapat mengenalinya. Sang Syech menjawab perkataan menghalalkan yang haramlah yang membuatnya tahu. Sebab pernyataan seperti itu sudalah pasti bukan dari Allah Swt. Dalam bagian lain digambarkan bagaimana sang Syech dalam perjuangannya melawan kebanggaan akan ilmu. Atau perjuangannya melawan kesulitan ekonomi yang menghalangi seseorang dalam perjalanan ruhaniyahnya.


Ketika Abdul Qadir akan tampil ditengah masyarakat untuk memberi bimbingan, sebelum itu beliau mempunyai sebuah mimpi yang di kemudian hari merupakan bukti dan sesuai dengan hasil da’wah dan bimbingan sang Syech kepada umat manusia dizamannya. Kisahnya “ Beliau melihat didalam mimpinya seolah-olah sedang menelusuri sebuah jalan dikota Baghdad. Didapatinya seseorang yang kurus kering sedang berbaring disisi jalan menayalaminya.

Ketika sang Syech menjawab salamnya, orang itu memintanya untuk membantunya duduk. Begitu beliau membantunya, orang itu duduk dengan tegap, dan secara menakjubkan tubuhnya menjadi besar. Melihat sang Syech terperanjat, orang itupun menentramkannya, dengan kata-kata “ Akulah agama kakekmu (Sayyidina Muhammad Saw), yang menjadi sakit dan sengsara, tetapi Allah menyehatkanku kembali melalui bentuanmu” Singkatnya dalam penempilan / kehadirannya didepan umum, dan dari hasil pencerahannya kepada umat Islam secara luas, maka masyarakat kemudian menamainya Muhyiddin {pembangkit keimanan} gelar yang kemudian di sandang sebagai bagian namanya yang termasyhur. Beliau adalah seorang yang dermawan, setiap berbuka puasa menjelang maqrib para tetangga dan orang-orang miskin diajak makan bersama, sedang beliau sendiri saat itu adalah saatnya berbuka puasa, karena beliau berpuasa sepanjang tahun.


Kehidupan Rumah Tangga, Beliau baru menikah pada tahun 521 H, pada usia 51 tahun, karena sebelumnya beliau menganggap perkawinan merupakan hambatan terhadap upaya penjernihan ruhaniyah. Akhirnya beliau menjalankan Sunnah Rasulullah Saw dan menikah pada usia tersebut diatas. Dari pernikahnnya ini beliau di karuniai 49 anak, terdiri dari 20 orang anak laki-laki dan selebihnya wanita, dari 4 (empat) orang istri. Ada 4 (empat orang putera yang sangat menonjol di dalam ilmu agama dan sebagai khalifah.


Beliau adalah :


(1) Sech Abdul Wahab bin Abdul Qadir, putera tertua. Adalah seorang alim besar pada zamannya. Beliaulah yang mengelola madrasah ayahnya sejak tahun 543 H. Sesudah sang Wali wafat, ia juga banyak menyumbangkan pikirannya dalam masalah-masalah syariat islam.


(2) Syech Isa bin Abdul Qadir, adalah seorang ‘ulama dan guru hadits, dan seorang hakim besar dizamannya. Dikenal juga sebagai penyair dan sebagai sufi. Ia mukim di mesir hingga akhir hayatnya.


(3) Syech Abdur Razaq Bin Abdul Qadir, beliau seorang ahli, penghafal hadits. Sebagaimana ayahnya ia terkenal taqwa. Ia mewarisi beberapa kecenderungan spiritual ayahnya, dan sedemikian masyhurnya di Baghdad sebagimana ayahnya.


(4) Syech Musa Bin Abdul Qadir, beliau juga seorang alim besar pada zamannya. Beliau hijrah ke Damaskus hingga wafat disana.


Kewafatannya, Syech Abdul Qadir Al Jaelani, sang wali yang telah dibuka Allah baginya rahasia alam Malakut dan Jabarut, wafat pada 11 Rabi’ul Akhir tahun 561 H (1166 M) pada usia 91 tahun. Hari wafat (Haul) beliau diperingati seluruh umat islam di dunia oleh pencinta serta pengikut Thariqah Qadiriyyah, setiap tahun. Beliau seorang wali qutb yang sangat cemerlang di zamannya dan dikenal luas oleh para mutasawwufin diseluruh penjuru dunia islam. Didalam dunia thariqah dan tasawuf, nama beliau dikenal dengan gelar didepan namanya : Al Ghauts Al ‘Azham Al Qutbur Rabbaniy Syech Muhyiddin, Sulthanil Auliya, Al Qauts, Al Imam, Syech Abdul Qadir Al Jaelani ra. Tidak terbilang banyaknya murid-murid sebagai anak didik yang lahir dari halaqah dan madrasahnya menjadi wali-wali dan ‘ulama-‘ulama besar dizaman mereka masing-masing. Ilmu yang ditinggalkan adalah warisan abadi yang hidup dan diamalkan oleh diseluruh umat Islam di dunia yang mengikuti thariqah dan ilmu tasawuf yang dibangun dan diajarkan beliau kepada manusia terus menerus, sambung menyambung. Banyak orang yang bertawassul kepadanya melalui amalan manaqibnya yang sangat terkenal itu, karena didalam tawassul itu yang dikedepankannya adalah dengan tawassul al akbar Sayyidina Muhammad Saw sebagai pembuka jalan. Begitulah pada umumnya para wali dan syech mengajari manusia.


Setelah Syech Abdul Qadir wafat, maka putera-putera serta murid-muridnya mendirikan sebuah thariqah untuk menyuburkan spiritualitas islami dan ajaran-ajaran islami dikalangan umat islam di dunia, yang dikenal dengan nama Thariqah Qadiriyyah, yang hidup berkembang di seluruh penjuru dunia hingga saat ini. Thariqah ini diakui telah sedemikian berjasa bagi kebangkitan kembali dunia Islam, dan sumbangannya pada Tasawuf yang tidak terkira. Tiga di antara catatan-catatan nasihat dan pengajarannya mencapai reputasi dunia. Yang paling luar biasa adalah FUTUH Al - GHAIB. Yang intinya adalah mutiara pelajaran berharga tentang bagaimana manusia mendidik hati, mengendalikan nafsu. Terapi uzlah dan riyadah dari yang ringan sampai yang berat. Makna dzikir, berbuat kebaikan, membangun hubungan dengan Allah, menjauhi yang diharamkan Allah., Menjalankan sunnah Rasul Saw serta mahabbah, cinta ‘ulama, menjaga hubungan dengan manusia serta makhluk lain dan ‘alam semesta.

Bahkan dalam memilih sahabat, dan lain sebagainya dalam upaya meraih keridhaan Ilahi untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat. Kini sang Wali telah wafat hampir sembilan abad yang lalu. Namun ia hidup bagai pelita yang tidak pernah padam dalam hati umat islam.


Semoga tulisan ringkas penuh kekurangan mengenai sang wali ini mampu mengubah pikiran dan pandangan sebagian orang tentang Nasabnya, perjuangannya, ajaran tauhid dan thariqahnya, sampai pada kedudukan kewaliyannya. Hendaknya kita sadar bahwa yang memperoleh maqam (martabat kewaliyan) seseorang bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi disana ada kehendak Yang Maha Tinggi yang membimbing-Nya jua, sehingga mereka sejak kecil telah menunjukkan sifat, bakat serta kemampuan diri mereka masing-masing. Mereka (para Waliyullah) berperilaku sangat jauh berbeda dengan manusia lainnya sejak dini. Pada umumnya para waliyullah (wali Allah) mempunyai kecenderungan Ilahiyah yang sangat jauh berbeda dengan kebanyakan manusia. Mereka adalah manusia-manusia pilihan Allah dan berada dibawah kedudukan para Nabi & Rasul Saw. Allah jualah yang menentukan kadar kemuliaan sifat, kejeniusan, kekuatan menyerap ilmu Allah, ketundukannya dihadapan Allah, dermawan, kuat beribadah, uzlah dan riyadah serta seluruh sifat mulia mereka sedemikian rupa sehingga menakjubkan seluruh makhluk penghuni langit dan bumi. Mereka, sebagaimana para Nabi & Rasul memiliki tuah atau ijjah (baraqah) dibawah derajad para Nabi & Rasul itu. Oleh karenanya segala perlakuan kita yang dinilai buruk oleh Allah, baik sikap, kata-kata, bahkan prasangka buruk yang tersimpan didalam hati sekalipun, akan dibalas Allah dengan kadar balasan yang hanya Dia (Allah) yang Maha Mengetahui, dan Maha berkehendak membalasnya, demikian pula sebaliknya. Wallahu ‘alam bissawab.


=== /// ===



SAYYIDINA AL-USTADZ AL-AZHAM

AL FAQIH MUQADDAM, MUHAMMAD BIN ‘ALI BA’ALAWI R,A


Kelahiran, Wafat dan Nasabnya :

Sayyidina Al Faqih Al Muqaddam Muhammad bin Ali ra, dilahirkan 574 H, 1176 M, disebuah kota kecil di Tarim Yaman Selatan, yang dipenuhi keberkahan oleh Allah Swt. Makmur, serta dipenuhi oleh para wali, ‘ulama-‘ulama besar serta orang-orang shalihin Hadhramaut Yaman Selatan. Beliau yang mulia wafat pada malam Jum’at dibulan Dzulhijjah, tahun 653 H, atau dimalam Ahad akhir bulan Dzulhijjah tahun 653 H, 1255 M, dalam usia 79 tahun. Dimakamkan di “Zambal”. Beliau lahir dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga dan kaum shalihin. Sayyidina Al Faqih Al Muqaddam adalah keturunan Rasulullah Saw dari Al Imam Sayyidina Husain ra. Tidak ada keraguan sedikitpun tentang keabsahan Nasab beliau, karena telah diakui oleh para ahli Nasab. Bahkan lebih dari itu, dimana beliau tidak saja merupakan penghubung dalam garis keturunannya keatas dan kebawah (silsilah nasabiyah). Tetapi merupakan mata rantai emas yang kokoh dalam silsilahtul ‘ilmiyah pada Thariqah Bani Alawi. Dilihat dan diukur dari sumber ilmu yang diterima dari ayahnya, dari ayahnya lagi demikian seterusnya hingga bertemu kepada asal dan sumber ilmu yang murni, bening, terpelihara dari segala bentuk kekurangan, yakni Sayyidina Muhammad Rasulullah Saw, dari Jibril as dan dari Allah Swt. yang tergambar dari susunan Nasab sang Imam yang mulia : Sayyidina Al Imam Al Faqih Al Muqaddam Muhammad, bi Ali, bin Muhammad Sahib Marbath, bin Ali Khali Qasam, bin Alwi, bin Muhammad, bin Alwi, bin Ubaidillah, bin Imam Al Muhajir Ilallah Ahmad, bin Isa, bin Muhammad An Naqib, bin Ali Uraidhi, bin Al Imam Ja’far As Shadiq, bin Al Imam Muhammad Al Baqir, bin Al Imam Ali Zainal Abidin, bin Al Imam Husain As Sibti, bin Al Imam Ali Karamallahu Wajhah.


Seluruh nama-nama yang tersambung dalam Nasab Sayyid Al Faqih Al Muddam ra, dari ayahnya sampai kepada Al Imam Sayyidina Husain bin Ali ra, seluruhnya adalah Imam dan Wali Allah, serta ‘ulama-‘ulama terbesar pada zamannya masing-masing. Dengan keberadaan mereka, umat manusia mereguk manisnya air keimanan, ketaqwaan, sehingga memperoleh hidayah Allah Swt.


Dengan lain perkataan, bahwa tidak seorang wali atau ‘ulama pun di muka bumi yang tidak memperoleh ‘ilmu agama melalui mereka. Ini dapat dibuktikan bahwa para wali dan ‘ulama pasti memiliki silsilahtul ‘ilmiyah (silsilah – sanat guru) yang jelas, sehingga tiadalah ‘ilmu itu diperolehnya melainkan akan bertemu, dan diambil ilmu itu dari pintunya (Al Imam ‘Ali Kw) melalui salah satu diantara mereka sambung-menyambung hingga sampai kepada Al Imam Ali bin Abu Thalib kepada Rasulullah Saw dari Jibril as, dari Allah Swt. Seperti inilah simpul emas Thariqah Bani ‘Alawi dari zaman ke zaman di seluruh permukaan bumi Allah, sampai kepada kita yang hidup dizaman ini.


Rumah tangga Sayyidina Faqih Muqaddam Muhammad bin Ali

Sayyidina Al Faqih Al Muqaddam Muhammad bin Ali ra menikah dengan seorang wanita Shalehah, sekaligus sepupunya dari pihak ayahnya, yang kemudian dikenal sebagai “Ummul Fuqara” (Ibunda kaum fakir miskin) bernama Syarifah Zainab binti Ahmad bin Muhammad Sahib Marbath r,anha., yang juga adalah seorang Waliyah”, dan memiliki pula banyak kekeramatan. Beliau kembali keharibaan Allah Swt pada 12 Syawal 669 H, atau lebih kurang 16 tahun sesudah wafat sang Imam suaminya Al Faqih Al Muqaddam ra. Hanya dari pernihan inilah Imam Al Faqih Al Muqaddam dikaruniai 5 (lima) orang anak, dan semuanya laki-laki. Di kemudian hari mereka semuanya menjadi ‘Ulama besar, bahkan sebahagian besar keturunannya menjadi penunjuk jalan keimanan kapada manusia. Mereka adalah Wali dan ‘Ulama-‘ulama terbesar rujukan umat manusia umumnya, dan khususnya umat Sayyidina Muhammad Saw dari abad keabad, zaman ke zaman. Mereka bukan saja sebagai pelita dikegelapan malam. Lebih dari itu, mereka laksana binntang-bintang, bulan dan matahari islam yang tidak pernah berhenti bersinar dan bercahaya sepanjang masa dan zaman sehingga datang kehendak dan taqdir Ilahi.


Mereka adalah para Syech Al Kabir : (1) Alwi Al Ghuyur, (2) Abdullah (‘Ubaidillah), (3) Abadurrahman, (4) ‘Ali dan (5) Ahmad. Mereka adalah generasi penerus ayahanda mereka Al Faqih Al Muqaddam ra, Dan di kemudian hari anak dan cucu mereka yang terbaik dari segi ‘ilmu dan akhlaq diwujudkan Allah Swt di permukaan bumi sebagai penerus datuk-datuk mereka, menunjuki umat manusia menuju jalan hidayah guna mencapai ampunan dan keridhaan Allah Swt.


Masa Pendidikan dan Para Gurunya Al Faqih Muqaddam.

Al Faqih Al Muqaddam menimba ‘ilmu dari para ‘ulama besar dan terkemuka dizamannya. Beliau terdidik dalam berbagai disiplin ‘ilmu pengetahuan seperti ‘ilmu Fiqih, Lughah, Tasawwuf serta berbagai cabang ‘ilmu lainnya langsung dari para ahlinya masing-masing antara lain :

Beliau menimba ‘ilmu Fiqih dari guru beliau,As Syech Abdullah bin Abdurrahman Ba’ubayd, meski begitu sang guru sangat memuliakan muridnya yang satu ini Al Faqih Al Muqaddam. Sang guru As Syech Abdullah Ba’ubayd tidak mau memulai pelajarannya sebelum Al Faqih A; Muqaddam dilihatnya telah hadir dalam majelis beliau. Bahkan beliau tidak mengajar tanpa kehadiran Al Faqih Al Maqaddam.Perilaku sang guru yang dipandang tidak lazim ini, mengundang banyak pertanyaan orang. As Syech Abdullah Ba’ubayd pun menjelaskan ; “Aku Sesungguhnya menunggu isyarat / izin untuk mengajar dari Allah Swt” Jawaban ini menunjukkan betapa mulia dan tingginya derajat Al Faqih Al Muqaddam, sekalipun beliau adalah seorang murid, sehingga guru beliau menunggu izin dari Allah seperti yang beliau katakan. Hal ini menunjukkan dengan tegas bahwa “mestilah” sang murid Al Faqih Al Muqaddam hadir, baru beliau dizinkan Allah untuk mulai mengajar.


Al Qadhy Ahmad Ba’isa

Guru beliau dalam bidang ‘ilmu Ushul serta beberapa cabang ‘ilmu lainnya kepada Al Imam As Syech’Ali bin Ahmad bin Salin Bamarwan.

Medalami pula ‘ilmu tafsir dan ‘ilmu hadits dari Al Imam Muhammad bin Abu Al Hub.

Beliau juga mendalami ‘ilmu Tasawwuf dan Hakekat dari Al Imam Salim bin Basri, dan dari Al Iman Muhammad bin ‘Ali Al Khatib.

Al Faqih Al Muqaddam juga mengambil ‘ilmu dari pamannya sendiri yakni As Syech Al Imam Al Habib ‘Alwi bin Muhammad Shahib Marbath.

Beliau juga mengambil ‘ilmu dari As Syech Sa’id Al Amudy

Semua guru-guru beliau mengisyaratkan dan mengakui bahwa Al Imam Al Faqih Al Muqaddam ra, telah mencapai maqam yang sangat luar biasa, sehingga menjadi kecillah maqam-maqam yang lainnya, bila dibandingkan dengan “MAQAM” yang telah dianugrahi Allah Swt kepada Al Imam Al Faqih Muqaddam ra. Pada masa beliau, ‘ilmu yang sedang berkembang di Tarim Hadhramaut adalah ‘Ilmu Fiqih, oleh karenanya para ‘Ulama disana adalah ahli Fiqih, sementara ‘ilmu tasawwuf pada masa itu, belum terlalu berkembang. Kelak dikemudian hari sang Imam Al Faqih Al Muqaddamlah yang menjadi pelopor, menghidupkan serta menjadi Imam yang pertama bagi kaum Mutasawwifin di Tarim Hadhramaut. Hal ini mengikuti sebagaimana yang ditegaskan oleh Al Imam Al Habib Abdullah bin ‘Alwi bin Hasan Al Attas.


Riwayat Al Khirqah, Sebagaimana diketahui bahwa Al Khirqah merupakan sebuah perlambang teramat penting dalam dunia tasawwuf. Yang bermakna sebagai pertanda pengalihan “Maqam”, dari seorang wali kepada wali pengganti, yang wujudnya adalah sepotong “kain sorban” para wali. Definisinya sendiri, bila kita mengikuti apa yang dimaksud oleh seorang tokoh Sufi sebelumnya yakni As Syech Muhyiddin Ibn Al Arabi dalam kitabnya Al Futuhat, beliau mengatakan Al Khirqah itu adalah lambang dari persahabatan para wali. Sebagai tambahan Ibn Arabi yang bergelar As Syech Muhyiddin Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah Al Haitami. Bukan Ibn Al ‘Arabi, sekalipun keduanya berasal dari Negara Spanyol – Andalusia. Diriwayatkan bahwa ayah Ibn Arabi yang bernama ‘Ali lama tidak mempunyai anak, sampai pada suatu saat ia bertemu dengan seorang wali yaitu As Syech Muhyiddin Abdul Qadir Al Jaelani. Ia memohon doa dari Syech Abdul Qadir Al Jaelani kepada Allah agar kiranya dikaruniai seorang anak laki-laki. Sang Syech yang ketika itu sudah mendekati akhir hayatnya, memohon kepada Allah agar “Ali beroleh anak laki-laki- Kemudian beliau berpesan kepadanya agar anak itu kelak bila lahir supaya diberi nama Muhuyiddin Pembangkit Agama. Syech Abdul Qadir Al Jaelani juga menggambarkan bahwa anak ‘Ali yang akan lahir itu akan jadi orang besar dan Wali dalam ‘ilmu Ketuhanan, dialah Ibn Al Arabi , lahir pada tanggal 17 Ramadhan tahun 560 H, atau bertepatan dengan 29 Juli 1165, 3 tahun sebelum sang Syech yang mendo’akannya wafat. Dikemudian hari ia dikenal dengan nama As Syech Muhyiddin Ibn Al Arabi - (bukan Ibn Al ‘Arabi).


Kita kembali ketopik semula “Al Khirqah” Selanjutnya apa yang dikatakan oleh Ibn Arabi itu, diberi komentar oleh Al Imam Al Habib Abdullah bin Alwi bin Hasan Al Attas ra sebagai berikut : “sedangkan (kain) Khirqah sendiri tidak selalu harus dari Rasulullah Saw secara langsung. Al Libas (baju / pakaian sufi) itu sendiri sebenarnya adalah simbol dari Al Libas yang Haqiqi yaitu Al Libas At Taqwa. Bahwa telah menjadi kebiasan mereka (wali), bila mereka merasa ada yang kekurangan pada dirinya, maka mereka segara mencari seorang guru atau Syech dari jama’ah mereka untuk menyempurnakan segala kekurangan mereka, Lahiriyah maupun Bathiniyah. Bilamana semua kekurangan mereka telah menjadi sempurna, maka mereka diberi “Al Libas” sebagai simbol penyempurnaan. Inilah Al Libas yang kita ketahui dari para ‘Ulama ahli HAQEQAT.


Al Khirqah bagi para wali merupakan nilai dan prestasi tertinggi masing-masing wali. Al Khirqah Sayyidina Al Faqih Al Muqaddam Muhammad bin ‘Ali ra, memiliki nilai keistimewaan tersendiri yang melampaui dimensi pemikiran manusia. Al Khirqah yang beliau terima adalah “Khirqah Imam Qutb Al Kubra” Ini merupakan perlambang dari “derajat kepemimpinan tertinggi bagi para wali dimasa itu. Adapun silsilah Al Khirqah Sayyidina Al Faqih Al Muqaddam ra. Ada dua yaitu yang diterima langsung dari ayahanda beliau sendiri, dan yang kedua diterima dari As Syech Abu Madyan Syu’aib Al Maghriby.


Silsilah yang pertama adalah yang berasal dari ayahanda beliau sendiri Al Imam, Al Habib ‘Ali Ba’alawi, yang menerima dari ayahandanya Muhammad Shahib Marbath dan bersambung terus keatas sebagaimana urutan pada Nasab Al Faqih yang telah disebut sebelumnya.

Adapun yang kedua diterimanya dari :


1. As Syech Abu Madyan Syu’aib bin Abu Husain Al Maghriby, dari
2. Imam Abu Ya’la, dari
3. Al Imam Nur Ad-Din Abu Al Hasan Ali bin Hirzihim, dari
4. Al Imam Al Hafizd Al Faqih Al Qadhy Abubakar bin Abdullah Al Ma’afiri dari
5. Al Imam Hujjah Al Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghazaly, dari

6. As Syech Al Islam Wal Muslimin Imam Al Haramain Abdul malik, dari
7. As Syech Muhammad bin Abdullah bin Yusuf Al Juwainy, dari
8. As Syech Al Arif Bi Ta’ala Abu Thalib Al Makky Muhammad bin Ali bin Athyyah dari
9. Al Imam Al Kabir Abu Bakar Dullaf bin jahdar As Sybly, dari
10. Al Ustadz Ahli Thariqah Wa Imam Ahli Al Haqiqah Abu Qasim Al Junaid bin Muhammad Al Baghday, dari
11. As Syech Asyahir Abu Hasan As SirryAl Mughallis As Siqty (As Saqaty, dari
12. As Syech Al Arif Billah Ta’ala Abu Mahfuzd Ma’ruf bin Fairuz Al Karakhy, dari
13. Al Imam Abu Sulaiman Daud bin Nushair Al Ta’iy, dari
14. As Syech Muhammad Habib bin Muhammad Al Ajami Al Kharasany, dari
15. Al Imam Al Kabir As Syahir Abu Sa’id Al Hasan bin Abu Al Hasan Al Bashry, dari
16. Al Imam Ahli Masyriq Wal Magharib Sayyidina ‘Ali bin Abu Thalib ra

Al Imam ‘Ali bin Abu Thalib ra, dari Sayyidina Wa Habibana Rasulullah Saw.

Dari Al Imam Ma’ruf Al Karakhy (NO 12), terdapat dua arah silsilah (bercabang dua), yang pertama seperti tersebut ditas, dan yang kedua, dari Ahlul Bayt yang susunannya sebagai berikut :

12. As Syech Al Arif Billah Ta’ala Abu Mahfuzd Ma.ruf bin Fairuz Al Karakhy, dari
13. Al Imam ‘Ali Ar Ridha ra, dari ayahnya
14. Al Imam Musa Al Kazhim ra, dari ayahnya
15. Al Imam Jafar As Shadiq ra, dari ayahnya
16. Al Imam Muhammad Al Baqir ra, dari ayahnya
17. Al Imam ‘Ali Zainal Abidin ra, dar ayahnya
18. Al Imam ‘Ali bin Abu Thalib ra. Dst….. sama seperti yang pertama tadi.


Beberapa Keutamaan Kelebihan Al Faqih Muqaddam ra.

Beliau mempunyai Keutamaan dan Kelebihan yang luar biasa Yakni berbagai keistimewaan yang dikaruniai Allah Swt kepada Imam AlFaqih Al Muqaddam Muhammad bin ‘Ali. Kekhususan pemberian Allah Swt itu menempatkan posisi beliau sebagai “Khawas Al Khawas” Maqam Kewaliyan beliau menjadi sebuah fenomena mistik yang sangat menakjubkan, serta selalu menjadi bahan analisa para ‘Ulama terkemuka dan terbesar dan bahkan para wali dizamannya. Diantara gambaran para kaum Al Arifin dimasa itu berkata antara lain :

“Sungguh telah membuat tercengang para sufi dan para wali akan Ahwal As Syech Al Faqih Al Muqaddam , dimana mereka semua tidak mampu menafsirkan dengan penafsiran yang sempurna. Disebabkan yang dimiliki dan dikuasai oleh Al Faqih Al Muqaddam melampaui batas pengetahuan mereka”


Diriwayatkan bahwa As Syech Al Kabir Ibrahim bin Yahya Bafadhal, yang karena didorong oleh penasaran keinginan tahunya maka beliau berkeinginan untuk menemui As Syech Abu Al Ghayst Ibnu Jamil, untuk menanyakan (hal) tiga orang yang pada saat itu mulai dikenal dikalangan masyarakat Hadhramaut.Yaitu Al Faqih Al Muqaddam, As Syech Abdullah bin Ibrahim Baqusyair, dan seorang lagi yang tidak diketahui namaya. As Syech Ibrahim sengaja datang menemui As Syech Abu Al Ghayst hanya untuk menayakan perihal ketiga orang tersebut. Ketika telah sampai di majelis As Syech Abu Al Ghayst, beliau duduk pada deretan paling belakang. As Syech Ibrahim bin Yahya Bafadhal menceriterakan sendiri tentang pertemuan beliau dengan As Syech Abu Al Ghayst Ibnu Al Jamil. “Dalam duduk ku dibelakang itu hatiku berbisik, apakah aku datang dari Hadhramaut kesini hanya hendak menanyakan tiga orang ini” Maka sebelum habis aku berkata dalam hati, As Syech Abu Al Ghayst telah mengetahui tujuan kedatanganku, beliau berdiri dan berkata “Siapakah diantara yang hadir yang bernama As Syech Ibrahim?” Lalu aku mendatanginya. Beliau berkata apakah yang Syech Ibrahim hendak tanyakan., lalu selanjutnya beliau berkata “Wahai Syech Ibrahim sesungguhnya engkau datang hendak menanyakan As Syech Muhammad bin ‘Ali bukan? As Syech Abdullah Baqusyair dan lelaki yang tidak dikenal namaya?

As Syech Ibrahim menjawab ya “benar” As Syech Abu Ghayst meneruskan “Aku akan jelaskan kepadamu perihal mereka bertiga. Yang pertama : Yaitu “As Syech Sayyidina Al Faqih ra.” Tidaklah kami (para sufi dan wali dapat menyamai derajat beliau walaupun hanya setengahnya). Adapun As Syech Abdullah bin Ibrahim Baqusyair adalah seorang Shaleh. Adapun yang satu lagi adalah orang yang kupandang tidak mempunyai kelakuan yang baik.

Menurut Al Habib Muhamad bin Husin Al Habsyi dalam kitab beliau Kepemimpinan para Wali diserahkan dari As Syech Abdul Qadir Al Jaelani kepada As Syech Abu Madyan Syu’aib Al Maghriby, yang akhirnya diserahkan kepada Sayyidina Al Faqih Al Muqaddam ra.


Sebagian pemuka tasawwuf berpendapat bahwa As Syech Abdul Qadir Al Jaelani pemimpin para Wali Masyhur, sedang Sulthan para Wali Mastur adalah Al Faqih Al Muqaddam ra, sedang perbandingan jarak derajat masyhur dan mastur tersirat dalam Qaul Tasawwuf “ WA KAM MASYHUR FII BARAKATI MATSTUR” Artinya “ Sesungguhnya sudah berapa banyak orang telah masyhur menjadi para wali, hanya karena baraqah dari satu wali mastur”

Telah ditanya Al Imam Al Habib Abdullah bin ‘Alwi Alhaddad (shahib Ar Ratib) oleh kalangan ‘Ulama mengenai Al Imam Al Qutb Al Faqih Al Muqaddam Muhammad bin ‘Alwi dan Al Imam Al Qutb Ar Rabbany As Syech Abdul Qadir Al Jaelani. Yang manakah diantara mereka yang lebih utama?

Beliau berkomentar “Sesungguhnya mereka berdua adalah tokoh besar kaum sufi dan wali yang agung. Akan tetapi kami (Bani Alawi) bernisbah dan mendapatkan baraqah dan Al Madat dari penghulu kami Al Faqih Al Muqaddam Muhammad bin ‘Ali lebih besar”.

Sayyidina Al Qutb Al Ghauts Al Habib Abdurrahman As Segaff berkata : “Tidaklah kami memuliakan seorang walipun diatas Sayyidina Al Faqih Al Muqaddam ra, dan setiap maqam wali itu berubah sesudah wafatnya, kecuali maqam Sayyidina Al Faqih Al Muqaddam Muhammad bin ‘Ali ra.


Sayyidina Al Faqih Al Muqaddam ra. Mempunyai akhlaq yang mulia, beliau melazimkan Al Khumul ( menghindari kemasyhuran), memiliki sifat tawdhu yang luar biasa. Dermawan, welas asih, mencintai fakir miskin, menghormati tamu, mencintai ‘ilmu, ahlih fiqih terkemuka, seorang yang berada dipuncak kesufian dan kewaliyan. Seluruh anak-anaknya menjadi ‘Ulama dan wali dizaman mereka masing-masing. Semua keturunannya bercahaya dan cemerlang, kecuali mereka yang meninggalkan pokok-pokok ajarannya. Semua ‘Ulama dan wali-wali besar diseluruh penjuru dunia terbanyak adalah dari keturunan beliau yang penuh baraqah.

Dalam Riyadhah, Mujahadah dan ‘Uzlah yang sangat luar biasa menjadikan beliau tokoh legenda Habaib. Suatu hari putera beliau As Syech Ahmad diam-diam mengikuti beliau sampai di Wadi An Nu’air. Tatkala ia sampai ditempat tersebut beliau melihat sang ayah sedang berzikir jahr (bersuara). Dilihat pula oleh As Syech Ahmad seluruh yang berada dilembah itu, dari pepohonan dan bebatuan sama berzikkir mengikuti Al Faqih Al Muqaddam ra. Maka pingsanlah putera beliau ini (As Syech Ahmad) yang ketika itu masih muda usia. Manakakala ia sadar Sayyidina Al Faqih Al Muqaddam ra, memperingatinya agar tidak lagi mengikuti beliau ketika sedang ber-Uzlah.


Demikianlah sekelumit kisah tentang kedua tokoh puncak yang diperkenalkan ini. Adapun tulisan ini belumlah mencakup semua hal-ikhwal mereka secara lengkap. Bahkan yang diangkat disini, laksana sebutir padi dari sekarung beras. Karena tujuan utama tulisan ini hanya untuk saling mengingatkan. Semoga kita mampu meneladani mereka, mengambil pelajaran dari mereka, insya Allah kita tidak mudah terperosok ke jalan yang salah dan keliru. Ilahi, jadikanlah kami diantara orang-orang mencintai mereka (para waliyullah). Jadikanlah kami diantara orang-orang yang beroleh manfaat dari ilmu ajaran mereka. – Akhirnya kami bermohan kepada Allah.


“ Allahumma Ya Allah, janganlah Engkau biarkan kami menjadi orang-orang yang hidup dalam penyesalan kelak, karena tidak mengikuti jalan mereka – Auliya was shalihin. Ilahi curahkan kepada kami dengan Hidayah, Rahmat serta pengampunan-Mu. Jangan biarkan kami tersesat jalan, padahal kami berada di bawah cahaya terang benderang leluhur kami yang mulia. Yaaa Raaabb, jadikanlah kami diantara orang-oarang yang mempunyai rasa takut atas penyesalan yang tidak bertepi ketika sudah dialamul barzakh. Rabbiii, sadarkan dan insafkan kami dalam sisa-sisa masa hidup ini, jauhkan kami dari kekhilafan dan kesalahan ilmu. Tempatkan kami pada shaf-shaf terdepan bersama orang-arang yang mengikuti jalan Sayyidina Muhamad Saw seperti para leluhur kami yang telah nyata-nyata Engkau muliakan. Wa Shalallahu ‘ala Sayyidina Muhammadin wa alihi wa shahbii ajma’in. Walhamdulillahi Rabbil ;Alamiin” – Mohon maaf atas segala kekhilafan dan kekurangan tulisan ini.

Sumber Bacaan :
- Fatuh Al Qulub – Aftabuddin Ahmad
- Manaqib Al Faqih Al Muqaddam Mhammad bin Ali ra – As Sayyid Muhammad Rafiq Alkaaf Gathmyr
- Manaqib As Syech Abdul Qadir Al Jaelani – Habib Hasyim bin Husen bin Thahir
- Tokoh Tasawwuf & Filsafat Agama – Prof DR H Abubakar Aceh



Jakarta : Jumat 14 Nopember 2008 M – 16 Zulkaidah 1429 H

Sayyid Ali Albaar – Pondok Bambu.

13 November, 2008

The wed to remember..



Tidak sengaja hari kamis kemarin sebelum pulang kantor, saya iseng browsing dengan menggunakan opera kembali, (setelah sekian lama asyik dengan firefox nya mozilla) setelah menekan ctrl+T untuk menampilkan new tab terlihatlah tampilan khas quick dialnya opera yang sudah saya set pada windows2 kecilnya halaman2 favorit yang sering saya kunjungi. Pada salah satu halaman ternyata masih ada halaman website wedding yang saya buat di cjb.net pada tahun lalu. Akhirnya sambil senyum2 sendiri saya klik dan muncullah web kenangan tersebut.. Dalam hati saya bergumam "kalo di rumah browsing sama lila berduaan trus ngobrol2 tentang pernikahan kita yang sebentar lagi akan memasuki tahun pertama ini mungkin seru kali ye.. hehehe"

Pernikahan yang baru seumur jagung ini akan genap berusia 1 tahun pada tanggal 18 november mendatang, Begitu banyak pelajaran hidup yang kami dapatkan sehingga membuat kami merasa waktu seakan akan berjalan begitu cepat, apalagi dengan lahirnya buah hati kami 'fathimah Nafilah Albar' pada bulan oktober kemarin.

Teringat kembali waktu pertama kali bertemu, masa-masa pacaran dulu, sampai dengan mempersiapkan diri untuk melangkah ke jenjang pernikahan. Klise bahwa kita dulu merasa gamang mempertimbangkan kesiapan diri untuk menikah. Is it the right momment?, what if i'm not ready? is he/she my true love? what about her/him after the marriage? if he/she still love me? Bersukur saya banyak berdiskusi dengan keluarga, orang tua dan adik2 saya. Dari mereka saya banyak mendapat masukan2 yang bermanfaat. Terutama dari ayahanda tercinta habibana Ali bin Muchsin Albar, secara khusus beliau menghadiahkan kepada saya tulisan mengenai 'Risalah Rumah Tangga' yang juga saya muat pada Web Wedding dan blog saya ini. Syukur alhamdulillah, pernikahan ini membawa perubahan besar kearah yang lebih baik pada diri saya.. New beginning, new chapter of my life.. (Thanks lila)



06 November, 2008

Wejangan Pernikahan


" Wejangan "

dari yang saya cintai dan saya muliakan Ayahanda,
Alhabib Ali bin Muchsin Albar "



I. RUMAH TANGGA MUSLIM

Rumah tangga muslim adalah sebuah rumah tangga yang dibangun diatas dasar dan landasan menurut syari'at Islam yang kokoh. Karena ia merupakan sebuah amanah Allah. Artinya seorang suami menerima istrinya atas dasar amanah Allah. Demikian pula bagi seorang istri terhadap suaminya. Prosesnya melalui sebuah peristiwa sakral dan mulia yakni aqad nikah atau ijab qabul. Tujuan sebuah perkawinan adalah selain ia merupakan sebuah Sunnah Rasul, lebih dari itu ia adalah sebuah Sunnahtullah yang harus diterima dengan ikhlas, sabar, demi memperoleh kredhaan-Nya.

Sunnahtullah dalam artian ketentuan Allah segala menjadikan segala sesuatu berpasang-pasangan. Manusia yang berlainan jenis kelamin, dilengkapi dengan isntik. emosi serta kecenderungan untuk berkumpul manjadi satu kesatuan yang saling membutuhkan dan melengkapi. Oleh karenanya maka pada batas usia tertentu manusia yang berlainan jenis tersebut saling tertarik antara satu dengan yang lainnya. Agar komunitas manusia tidak hidup seperti komunitas hewan (binatang), maka Allah melengkapinya dengan sebuah ketentuan, aturan dan hukum yang disebut syari'at . Dengan begitu maka komunitas manusia ini hidup dalam sebuah tata kehidupan yang teratur, seimbang, terhormat dan mulia. Begitulah maksud penciptaan manusia oleh Allah SWT sejak manusia yang pertama yakni Nabi Adam a.s dan Siti Hawa a.s. Syari'at atau aturan, ketentuan hukum Allah, diberikan kepada setiap Nabi a.s untuk diberlakukan kepada komunitas manusia sebagai umat dari masing-masing Nabi dan Rasul tersebut. Ketentuan dan hukum Allah itu terus berkembang sejak Nabi Adam a.s sebagai Nabi yang pertama sampai kepada Nabi Muhammad Saw sebagai Nabi dan Rasul-Nya yang terakhir. Paling tidak harus kita ketahui bahwa ada lima Kitab yang diturunkan kepada lima Nabi dan Rasul. “Shuhuf” Nabi Ibrahim As, Kitab “Taurat” Nabi Musa As, Kitab “Zabur” Nabi Daud As, Kitab “Injil” Nabi Isa As, serta Kitab “Al-Qur'an Al-Karim” kepada Nabi Muhammad Saw.

Yang kita bicarakan adalah esensi sebuah perkawinan sebagai Sunnahtullah, dimana prosesnya melalui Sunnahtur Rasul sebagai sebuah syari'at atau ketentuan serta hukum Islam. Yang harus dipatuhi oleh seluruh umat Islam demi patuh serta tunduk kepada Allah dan Rasul-Nya. Islam sebagai agama yang terakhir, diturunkan Kitab-Nya melalui Nabi dan Rasul-Nya yang terakhir Muhammad Saw, merupakan petunjuk terlengkap. Guna melengkapi semua ketentuan hukum syari'at yang pernah diturunkan Allah kepada Nabi - Nabi dan Rasul-Nya sebelum itu.

Kini kita lihat beberapa ketentuan Allah yang berkaitan dengan pembinaan sebuah rumah tangga atau perlunya manusia diikat dengan tali perkawinan melalui pernihahan :

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. ( S. AN-NISA : 1)

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (S. AR-RUM : 21)

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (S. AL-HUJURAT : 13

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. (S.Al-Isra' : 32)

Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa. (S. AL- FURQAN : 54)

Dari beberapa ayat tersebut diatas secara umum menunjukan kepada kita bahwa Allah menghendaki manusia itu bekembang biak, berketurunan, bersuku-suku bangsa. Semua itu dapat dilaksanakan melalui hubungan perkawinan yang sah dan benar sesuai dengan ketentuan Agama Allah. Ketentuan Allah tersebut disampaikan melalui Nabi kita Muhammad Saw, yang kemudian menetapkan semua hukum-hukum Allah dengan sebuah syari'at Islam. Inilah yang kemudian disebut sebagai Sunnah Rasul atau Sunnah Nabi Saw yang patut serta harus diikuti oleh seluruh umatnya.

Petunjuk Nabi Saw perihal bangunan rumah tangga muslim itu dapat kita simak dari beberapa hadist Rasulullah Saw yang sangat populer antara lain :

Nikah itu adalah sunnahku, maka barangsiapa yang mengikuti sunnahku, dia adalah dari golonganku (pengikutku), dan barang siapa yang meninggalkan sunnahku maka dia bukan dari golonganku.

Menikah, kawinlah supaya bilangan kamu bertambah, maka aku akan bangga dengan bilangan kamu yang banyak sebagai umatku di “Hari Qiamat”.

Apabila seorang hamba menikah (kawin) maka telah sempurnalah setengah agamanya. Kini hendaklah ia bertaqwa kepada Allah untuk setengah yang lain.

Letakkan nutfah (sperma) kamu pada tempat yang benar, karena urat keturunan itu sangat penting.

Dunia sangat indah, namun yang lebih indah lagi adalah seorang istri shalehah.

Aku wasiatkan kepada kamu (suami) berhati-hatilah dengan urusan perempuan (istrimu) karena engkau mengambilnya dengan amanah Allah. Ia (istri) kamu itu berlindung dibawah kekuasaanmu, dan dihalalkan bagimu kehormatannya.

Sebaik-baiknya kamu adalah orang yang berbuat baik terhadap istrinya, dan aku (Nabi Saw) adalah yang paling baik terhadap istriku. Tiadalah seorang yang memuliakan istrinya melainkan ia seorang yang mulia. Dan tiadalah menghinakannya melainkan ia seorang yang hina.

Setelah semua ketentuan syari'at terpenuhi, maka pertemuan antara dua insan manusia yang berlainan jenis kelaminnya hanya dapat disatukan secara sah melalui sebuah proses aqad nikah. Selanjutnya manusia mendambakan sebuah rumah tangga yang bahagia, harmonis, sejahtera lahir dan batin.

Dan inilah yang dikenal didalam Islam sebagai sebuah rumah tangga dan keluarga yang SAKINAH, MAWADDAH, WARAHMAH. Manusia khususnya semua umat Islam berpeluang mencapai kebahagian hakiki seperti itu dengan syarat harus senantiasa berada didalam koridor dan bingkai syariat Islam. Dengan demikian akan terpenuhi semua hak, kewajiban serta tanggung jawab setiap individu baik sebagai ayah atau ibu, sebagai suami atau istri dan sebagai anak atau orang tua. Betapa tidak, ayat-ayat Al-Qur'an dan hadist Nabi Saw seperti disebut diatas adalah bagian ayat-ayat Allah dan hadist Rasulullah Saw yang dibacakan pada sitiap prosesi upacara aqad nikah, dan disudahi dengan do'a. Maka kini terbentuklah subuah bangunan rumah tangga muslim dengan segala harapan, cita-cita serta usaha dan ikhtiyar guna mewujudkan kehidupan yang berhagia “fiddunia hasanatan wafil akhirati hasanatan”

II. SEBAGAI SUAMI DAN ISTRI

Ketika melangkah memasuki pintu gerbang rumah tangga, setiap orang dengan sendirinya akan merasa bahwa ia telah memikul sebuah tanggung jawab sesuai dengan kedudukan dan fungsinya didalam rumah tangga itu. Pada umumnya pasangan suami istri yang baru memasuki kehidupan rumah tangga akan memanfaatkan seluruh waktunya guna mereguk manisnya madu perkawinan. Hal hal berlangsung untuk waktu tertentu, yang bagi tiap pasangan relatif berbeda. Ada yang menikmatinya selama setahun, dua tahun, tiga tahun atau lebih terserah kepada masing-masing pasangan tersebut. Yang pasti mereka kini telah hidup berdua membangun rumah tangganya, dan berusaha memperoleh apa-apa yang diinginkan. Paling tidak keinginan itu adalah, memiliki rumah sendiri, memperoleh anak-anak sebagai generasi penerus keturunannya. Untuk mencapai hal semacam itu, alangkah sempurnanya apabila pasangan suami istri ini tidak melepaskan diri dari tuntunan agama. Karena tuntunan agama itu adalah tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Adapun syaratnya adalah; “Jadikan perkawinan dan hidup berumah tangga itu sebagai sebuah ibadah kepada Allah Swt”. Beberapa nasihat berikut ini mungkin bermanfaat bagi kehidupan rumah tangga yang mengharapkan redha Allah Swt.

Pertama, mengenai seorang suami.

Sebagai seorang suami, ia memmpunyai tanggung jawab dalam segala aspek bagi keluarganya yakni anak dan istrinya. Mereka berada dibawa perlindungannya secara utuh lahir dan batin.Ia bertanggung jawab atas nafkah mereka seperti, makan minum, pakaian, perumahan serta pendidikan.

Ia harus mampu memimpin mereka kejalan yang diredhai Allah Swt. Seperti menunaikan tugas-tugas dan kewajiban malaksanakan perintah-perintah agama. Yang akan menjamin keselamatan mereka semua baik di “dunia dan di hari akhirat”. Seorang istri memiliki hak yang sama dan seimbang dari suaminya hal ini dapat kita lihat pada ayat Allah yang berbicara perihal tersebut.

“Kaum perempuan itu mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya secara patut” (S.AL-BAQARAH : 228)

Pergaulilah istri-istri kamu itu secara patut” (S. AN-NISA 19)

“Jika mereka telah menuruti kemauan kamu, maka janganlah mencari-cari jalan untuk menganiaya mereka” (S. AN-NISA : 34)

Sebagai seorang suami sedikit banyaknya ia harus mengetahui tatacara mempergauli istrinya sesuai syari'at yang dibawa oleh Nabi kita Muhammad Saw. Dalam hal ini perhatikan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Buhkari dan Muslim, dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah Saw telah bersabda ;

“Sesungguhnya seseorang bila ia hendak mendatangi istrinya (menggaulinya), hendaklah ia membaca :”Dengan nama Allah, Ya Allah jauhkan kami dari syaithan, dan jauhkan syaithan itu dari barang yang Engkau beri rezeki kepada kami”, karena sesunggahnya jika ditakdirkan ada anak antara keduanya di waktu itu, tidak dapat syaithan menyakitinya selama-lamanya.”.

Dalam hal bercumbu, bermesra-mesraan antara suami istri adalah sesuatu yang tidak dilarang, sepanjang hal itu untuk menambah rasa cinta dan kasih sayang diantara keduanya. Suami adalah pakaian istri dan istri adalah pakaian suaminya. Ciptakan suasana intim, mesra penuh kasih sayang dilandasi oleh iman dan taqwa kepada Allah semata. Dalam kaitan ini Allah menegaskan dalam firmannya :

Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.

Kedua, menegenai seorang istri.

Sebagai seorang istri. Ia juga mempunyai tugas, kewajiban serta tannggung jawab didalam rumah tangga, yang peranannyapun tidak kecil bahkan sangat menentukan. Ia telah ditetapkan Allah Swt sebagai makhluk yang berkemampuan reproduksi atau melahirkan anak sedang suami tidak. Tanpa istri suami tidak mungkin memiliki generasi penerus nasab atau keturunannya. Ia juga mempunyai sebuah kewjiban yang sangat berat menurut agama, sebagaimana sabda-sabda Rasulullah Saw yang antara lain :

“ Kiranya boleh aku menyuruh seseorang untuk menyembah seseorang yang lain, niscaya aku akan menyuruh seorang istri menyembah suaminya”(H.R. Tirmizi)

“Kiranya seorang perempuan (istri) itu bersembahyang lima waktu, berpuasa pada bulan Ramadhan, memelihara kehormatannya, dan mentaati suaminya, maka dikatakan kepadanya : “Masuklah engkau kedalam surga dari pintu mana saja yang engkau kehendaki”.

“Jika ia diajak suaminya kepembaringan (berhubungan suami istri) sedang ia tidak memenuhi keinginan suaminya, sehingga menyebabkan suaminya tidur dalam keadaan marah sepanjang malam, maka para Malaikat akan mengutukinya hingga pagi.

Oleh sebab itu hendaknya seorang istri menjalani kehidupan rumah tangganya sebagaimana yang telah diatur didalan syari'at Islam. Dengan demikian ia akan memperoleh pahala yang sangat besar serta kerdhaan Allah Swt., sehingga terhindar dari kemurkaan Allah. Begitupun suaminya dituntut untuk memaafkan istrinya dari kesalahan-kesalahannya. Tidak terlalu banyak tuntutan yang mungkin akan memberati istrinya sendiri.

Bahkan agar ia (suami) memenuhi kewjibannya terhadap anak dan istrinya secara baik. Apabila didalam sebuah rumah tangga terjadi saling maaf memaafkan, jujur dan tidak berdusta diantara suami istri, niscaya masing-masing mereka akan dimaafkan dan diampuni pula dosanya oleh Allah Swt.

III. MENDAMBAKAN KEHADIRAN ANAK

Anak-anak atau keturunan merupakan dambaan setiap suami istri, rasanya belum lengkap sebuah rumah tangga apabila belum dihiasi dengan tangisan bayi putera maupun puteri. Oleh karena itu pasangan suami istri ketika baru menikah, mereka akan menikmati manisnya madu rumah tangga dalam kurun waktu tertentu sepuas-puasnya. Bagi setiap pasangan suami istri itu mempunyai target yang berbeda-beda. Ada yang ingin cepat memperoleh anak, ada pula yang ingin berlama-lama hidup berdua. Ada yang sudah mandabakannya tetapi belum memeperolehnya. Ada yang ingin menunda kelahiran tetapi dikaruniakan anak oleh Allah. Ada yang sebaliknya sudah sangat menginginkan kehadiran anak dirumahnya tetapi belum diberi oleh Allah Swt. Adapula yang harus menunggu dalam waktu yang lama, padahal telah berusaha dengan bermacam-macam jalan. Melalui jalan medis bahkan secara alternatifpun telah dilakukannya. Bahkan terjadi saling menyalahkan diantara keduanya, suami menuduh istrinya mandul, sebaliknya istri menyangka suaminya yang mandul. Sehingga situasi ini kadang diakhiri dengan cara dan keadaan yang sangat buruk.

Hal-hal seperti itu hendaknya tidak perlu terjadi, kita mestinya menyadari bahwa betapa terbatasnya kemampuan manusia. Dan betapa manusia seharusnya mengakui bahwa pada akhirnya kita harus kembalikan segala urusan rahasia hidup dan kehidupan ini kepada Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Setiap pasangan suami istri hendaknya mempersiapkan diri untuk menerima kehadiran anak-anak mereka. Persiapan dimaksud adalah, kesiapan keduanya menjadi ayah dan ibu bagi anak-anak mereka. Yang dimaksud bukanlah persiapan secara materi saja, tetapi yang penting adalah kesiapan secara ukhrawiyah (agama). Karena suka atau tidak suka, ayah dan ibu adalah guru serta contoh teladan yang utama bagi anak-anak mereka. Pendidikan anakpun dimulai dari rumah mereka sendiri. Anak-anak belajar dari apa yang diajarkan dan dicontohkan oleh kedua orang tuanya. Pendidikan yang baik bagi seorang anak yang diperoleh dari orang tuanya itu sangat tergantung kepada kwalitas akhlaq, moral dan agama orang tuanya. Itulah sebabnya Nabi kita Muhammad Saw bersabda dalam sebuah hadist yang sangat dikenal, yang artinya :

“Semua anak dilahirkan dalan keadaan fitrah (suci), ayah dan ibunya (kedua orang tuanya) yang kemudian menjdikan dia Yahudi, Nashrani atau Majusi”.

Pada masa kita sekarang, bahkan pada masa-masa lampau terdapat banyak generasi muda Islam yang tidak mampu melaksanakan kewajiban agama. Sebahagian besar diantara mereka ternyata tidak mendapat didikan agama yang baik didalam rumahnya. Bahkan banyak diantaranya yang mengakui bahwa orang tua merekapun tidak menjalankan kewajiban-kewajiban agama secara benar dan teratur.

Oleh karena itu perlu ada guidance – panduan secara umum dan sederhana bagaimana seharusnya sebuah rumah tangga muslim di “manage” atau dikelola dengan baik. Hal ini jelas memerlukan kesiapan seorang ayah dan ibu secara prima. Karena mereka berdua akan menjadi teladan serta guru bagi anak-anak mereka. Orang tua dituntut harus mengerti bagaimana menyambut kelahiran anaknya, apa saja yang harus diperbuat pada semua tahapan usia sang anaknya itu. Untuk maksud tersebut, akan kami tunjukan beberapa keharusan dan kebiasaan yang dilakukan didalam rumah tangga muslim, menurut tradisi suci islam, Sesuai contoh-contoh yang ditunjukan oleh Nabi Saw dan yang dilakukan oleh para “shlafus shalehiin” yang menjadi ikutan kita sampai sekarang. Walaupun hal seperti itu sebagian telah ditinggalkan oleh kalangan islam “moderat”. Namun begitu masih lebih banyak kaum muslimin yang tetap menjaga serta melakukan kewajiban terhadap anaka-anak mereka sebagaimana mestinya. Kegiatan suami istri sampai dengan mengasuh dan mendidik anak-anak sejak lahir hingga dewasa, terdapat beberapa tahapan-tahapan antara lain adalah :

Pertama; Sebelum memasuki pintu gerbang rumah tangga hendaknya seorang wanita telah banyak belajar tentang kehidupan rumah tangga, baik dari ibunya atau keluarga dekatnya. Yang perlu diketahui adalah bagaimana harus bersikap sebagai seorang istri yang beiman. Bagaimana cara yang baik mengurus suami, mengurus dapur, dan bagaiman menghadapi masa kehamilan sampai melahirkan, mengasuh anak dan lain sebagainya.

Demikian halnya seorang pemuda, hendaknya ia banyak bertanya dan belajar bagaimana cara-cara serta do'a apa yang baik ketika berhubungan suami istri. Ia juga mempersiapkan dirinya untuk menjadi Imam (pemimpin) terhadap istri dan bagi anak-anaknya kelak Apa saja yang harus diperbuatnya ketika nanti istrinya hamil dan melahirkan.

Banyak berkonsultasi mengenai rumah tangga dengan keluarga dekat yang dianggap baik dan berhasil dalam kehidupan rumah tangganya akan sangat bermanfaat. Dengan melakukan hal-hal semacam ini, akan mendatangkan keinginannya memperdalam ilmu agama, karena ia merasa sangat membutuhkannya sebagai bekal memasuki alam kehidupan berumah tangga dan berkeluarga secara mandiri..

Kedua; Ketika memasuki kehidupan berumah tangga paska aqad nikah, kedua insan ini sedikit banyaknya telah memahami teori-teori kehidupan suami istri. Keduanya kini ini mulai mempraktekan semua teori-teori yang telah diperoleh sebelumnya. Apabila keduanya berbekal iman dan taqwa kepada Allah Swt insya Allah semuanya akan berjalan dengan baik. Karena ukuran dan pendekatan yang mereka pakai bukanlah pendekatan dan ukuran materi semata, tetapi mereka hidup dengan berpijak pada keimanan serta ketaqwaan kepada Allah. Dengan tatacara hidup seperti ini, nicaya rumah tangganya dinaungi oleh Rahamat dan Ridha Ilahi Rabbi. Sungguh Allah tidak membatasi dan mencampuri urusan rumah tangga hamba-Nya yang ingin mereguk manisnya madu rumah tangga. Karena mereka telah berbekal iman dan taqwa, sehingga mereka akan terpelihara dari perbuatan-perbuatan yang tercela dan dilarang agama. Pada tahapan ini alangkah baiknya pasangan suami istri ini, banyak membaca buku-buku mengenai kehidupan rumah tangga dalam keluarga muslim.

Kegiatan seperti ini selain memperluas wawasan keislaman, ia juga merupakan ilmu yang berharga. Apalagi mereka mampu mengatur waktu sehingga dapat menghadiri majelis-majelis ilmu baik bagi kaum pria maupun kaum ibu. Banyak suami istri yang masih muda melupakan hal semacam ini, karena dimabukan manis dan mesranya rumah tangga baru. Akibat terlalu lama meninggalkan pergaulan dengan majelis-majelis ilmu, atau jauh dari orang-orang ‘Alim (‘Ulama) menyebabkan mereka tumbuh tidak seimbang, sehingga sangat berpengaruh pula pada anak-anak mereka kelak. Boleh jadi mereka sukses pada urusan duniawiyah tetapi mereka mungkin bisa gagal meraih keuntungan ukhrawiyah. Oleh karena itu, kita harus adil bijaksanalah menjalani kehidupan rumah tangga dalam masa hidup manusia yang singkat ini, agar kita dapat menggenggam dunia, sekaligus meraih akhirat. Berusaha, berikhtiyar serta berdo'a dengan sungguh-sungguh kepada Allah Swt agar kita mencapai sukses dunia dan akhirat.”hasanah di dunia dan hasanah di akhirat”

Ketiga; Bagi pasangan suami istri yang menginginkan memperoleh keturunan, hendaknya mereka bersiap menghadapi kelahiran putera puteri mereka. Ada beberapa langkah-langkah yang baik perlu dilakukan. Keduanya selalu melazimkan Shalat berjamah pada waktu-waktu sang suami dirumah, membaca Al-Qur'an setiap hari sekalipun sedikit tetapi bekekalan setiap harinya (istiqamah), sesuai dengan waktu anda masing-masing. Pada setiap malam Jum'at sebaiknya keduanya meluangkan waktu membaca Al-Qur'an. Suami membaca Surah Yusuf, sementara sang istri membaca Surah Maryam, hal ini baik sekali dilakukan bagi mereka yang belum mempunyai anak. Mengawali membaca Al-Quran itu dengan bacaan Surah Al-Fathihah kepada Nabi Saw serta keluarga dan sahabat-sahabatnya. Bacaan yang sama juga ditujukan kepada orang tua-tua dan guru-guru kita, juga kepada para Aulia Allah dan kepada kaum Muslimin dan Muslimat yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia. Bacaan seperti itu haruslah disertai niat yang sungguh-sungguh kepada Allah serta mohon dikaruniakan anak. Perbanyak membaca Shalawat kepada Nabi Saw disertai niat dan hajad yang sama kepada Allah.

Keempat; Kalau mungkin, hendaknya banyak mengunjungi majelis-majelis ta'lim atau majelis zikir. Ketika hadir pada majelis seperti ini, tanamkan niat didalam hati kita kepada Allah dan Rasulnya, tentang segala sesuatu yang menjadi hajad dan niat kita itu. Hal yang sama dilakukan pula pada setiap selesai Shalat wajib, dan Shalat sunat pada malam hari (kalau dilakukan). Sesering mungkin meminta ampun kepada Allah dan minta pula keredhaan dan do'a dari orang tua kita masing-masing.(bila mereka masih hidup). Perbanyak shadaqah secara sukarela, disertai niat semoga kita menjadi semakin dekat kepada Allah Swt. Untuk itu agar keduanya memelihara rukun Islam secara sungguh-sungguh, terutama Shalat lima waktu.

Kelima; Ketika istri dalam keadaan hamil, maka hendaknya kedua suami istri itu, terus menerus mengamalkan kegiatan seperti tersebut diatas. Ketahuilah bahwa janin didalam rahim ibunya itu ikut menikmati semua kegiatan dan bacaan-bacaan Al-Qur'an, shalawat, zikir yang dilakukan oleh kedua orang tuanya, terutama yang dilakukan oleh ibunya. Kalau para ahli ilmu kedokteran mengatakan bahwa pengaruh merokok dari seorang ibu perokok yang sedang hamil itu sangat tidak baik bagi pertumbuhan anak dalam kandungannya kitapun percaya. Lalu mengapa kita tidak percaya kalau suara bacaan – bacaan yang baik dari seorang ibu hamil pasti berpengaruh kebaikan pula terhadap pertumbuhan anak yang dikandungnya?.

IV. MENYAMBUT KELAHIRAN ANAK

Inilah tahapan kebahagiaan sebuah rumah tangga yang sangat didambakan, rasa bahagia seorang istri disebabkan ia merasa telah mampu memenuhi harapan semua orang. Harapan suaminya, harapan keluarga suaminya, dan harapan keluarganya sendiri. Ia kini telah mempunyai sebuah bukti kemampuan sebagai seorang ibu.. Ini adalah saatnya keluar tangisan serta air mata kebahagiaan penuh syukur kepada Allah Swt. Hal yang sama terjadi pada diri sang suami, ia merasa benar-benar telah menjadi seorang lelaki-pria sejati. Ia telah membuktikan bahwa ia mampu menjadi seorang ayah. Hatinya kala itu di penuhi oleh rasa bahagia yang tiada taranya, ia menyambut setetiap ucapan selamat dengan rona wajah bahagia. Begitulah gambaran umum ketika orang menghadapi kelahiran anak keturunan, buah hati sibiran jantungnya, apapun jenis kelaminnya. Selanjutnya ada beberapa tindakan yang tidak boleh dilupakan yaitu ;

1. Mengumandangkan kalimat azan shalat di telinga kanan bayi, serta iqamat pada telinga kirinya (bagi bayi laki-laki). Dan bagi bayi perempuan cukup dengan iqamat saja ditelinga kanannya. Hendaknya disertai do,a untuk masing-masing bayi-bayi tersebut setelah azan dan iqamat, agar dijauhkan dari gangguan syaitan, dan gangguan dari pandangan manusia atau makhluk lain yang mengganggunya.

2. Agar dibacakan pula ditelinga bayi tersebut ayat-ayat Al-Qur'an yakni surah Al-Qadr, Surah Quraisy masing-masing 1 X dan Surah Al-Iklaas 3 X.

3. Agar membawa buah kurma yang lunak kepada ‘Ulama Ba'alawi yang shaleh untuk dido'akan serta dicicipinya. Kemudian buah kurma tersebut diberikan kepada bayi yang baru lahir untuk disapnya. Hal ini dilakukan sebelum bayi tersebut meminum apa-apa, termasuk sebelum memminum air susu ibunya. Ini adalah sebuah barakah dari ‘Ulama Habaib yang shaleh tadi. Menurut tradisi kalangan Alawiyyin – dzurriat Rasulullah Saw.

4. Mengambil plasenta (ari-ari) bayi tersebut untuk dibersihkan dan dikuburkan sebagaimana mestinya.

5. Kewajiban Aqiqah atas bayi yang lahir tersebut.

6. Tasmiyah atau upaca pemberian nama anak.

Pertama ; Masalah azan dan iqamat terhadap bayi yang baru lahir, terdapat perintah dan sesuai contoh yang telah ditunjukkan oleh Nabi kita Muhammad Saw. Dalam sebuah hadist yang dirawikan oleh Abu Daud dan Tirmizi dari Abi Rafi' r.a. ia berkata : “Pernah aku melihat Nabi Saw azan (sebagai) azan sembahyang di telinga kanan Hasan bin Ali ketika ia dilahirkan oleh Fathimah r.a”

Dalam riwayat Ibnu Sunny, dari Hasan Bin Ali r.a. berkata ia :”Siapa-siapa yang lahir seorang anak baginya, hendaklah diazankan di telinga kanannya, dan dibacakan iqamat sembahyang di telinga kirinya, maka tidaklah ia akan disakiti oleh ummushibyan (jin).

Kedua ; Mengenai Aqiqah, kewajiban aqiqah ini bukanlah sesuatu yang baru, bahkan ia adalah sebuah kebiasaan yang telah berlangsung bersamaan dengan tibanya fajar Al-Islam. Yang perlu diingatkan adalah bagaimana kita memahami dan menjalankannya. Serta harus didasari oleh pengetahuan kita yang baik perihal tersebut. Aqiqah ini dilaksanakan dari generasi kegerasi Islam berlandaskan kepada hadist-hadist Nabi Saw yang merupakan landasan hukumnya.

Dari Samurah r.a. dari Nabi Saw, berkata ia : “Tiap-tiap bayi itu tergadai dengan aqiqahnya, yang harus dipotongkan kambing pada hari ketujuh (dari hari lahirnya), dan guntingkan rambutnya pada hari itu dan diberi nama” (Hadist riwayat Abu Daud)

Berkata Imam Ahmad dan Baihaqi : Yang dimaksudkan dengan anak tergadai dalam hadist aqiqah ini, ialah bahwa anak itu terlarang memberikan safaat andai kata ia mati selagi kecil. Atau anak itu tergadai (tertahan) jiwanya dari pertumbuhan yang baik , dan tertahan jiwanya menghadapi kebahagiaan dirinya, sampai ia diaqiqahkan.

Tentang aqiqah ini, sekalipun ada pendapat lain yang menganggapnya sebagai ibadah sunat saja, namun hampir seluruh umat Islam menjalankan sesuai hadist-hadists Nabi Saw diatas. Adapun mengenai hewan dan jumlahnya pada aqiah itu, maka dijalankan sesuai pula dengan hadist Nabi Saw. Yaitu untuk bayi laki-laki 2 (dua) ekor kambing dan untuk bayi perempuan 1 (satu) ekor kambing saja. Hal ini didasarkan kepada sabda Rasulullah Saw. Dari Habibah Binti Maisarah berkata ia : pernah aku mendengar Rasulullah Saw bersabda; “Untuk laki-laki dua ekor kambing yang sama besar, dan untuk bayi perempuan seekor kambing”. (Diriwayatkan oleh Abu Daud)

Dari Aisyah r.a.: “Yang sunat dua ekor kambing yang sekufu (sama besar) untuk bayi laki-laki, dan untuk bayi perempuan seekor kambing dimasak secara berangkai-rangkai dan jangan dipecah tulan-tulangnya”. (Hadist riwayat Baihaqi)

Yang perlu diperhatikan pula bahwa hewan yang digunakan untuk aqiqah ini, syarat-syaratnya sama seperti pada hewan qurban (tidak cacat). Demikian pula tatacara penyembelihannya sama seperti sembelihan biasa, Niatnya : baca Bismillahumma laka wa ilaika aqiqatu fulan bin fulan (nama anak dan nama ayahnya).

Pada anak perempuan “ Bismillahumma laka wa ilaika aqiqatu fulana binti fulan”

“Dengan nama Allah ya Tuhan, karena Engkau dan kepada Engkau aqiqah si fulan bin fulan bin fulan”. (fulana binti fulan bin fulan untuk perempuan).

Ketiga; Tasmiyah, Mengenai pemberian nama anak. Rasulullah Saw menyuruh umatnya agar dalam hal memberi nama kepada anak-anak mereka dengan nama-nama yang baik. Artinya hendaklah nama itu mengandung arti atau makna yang baik. Memang nama itu akan senantiasa disebut-sebut ketika orang memanggil kita. Maka apa bila nama itu nama yang baik, niscaya seolah-olah kebaikan itu disebut terus menerus. Ada pula nama yang mengandung do'a dengan arti dan makna yang bagus. Pada pokoknya setiap orang tua berkewajiban memberi nama kepada anank-anaknya dengan nama yang baik-baik. Pengertiannya adalah agar nama itu tidak saja enak pada pendengaran tetapi hendaknya indah pula dalam arti nama tersebut.

Dari Abi Darda r.a. ia berkata : Sabda Nabi Saw : “Sesungguhnya kamu akan dipanggil dihari qiyamat dengan namamu dan nama bapakmu oleh sebab itu hendaknya dipakai nama-nama yang baik” (Riwayat Abu Daud.

Dari Ibnu Umar r.a. dari Nabi Saw ia berkata : “Sesungguhnya nama yang paling disukai Allah ialah Abdullah dan Abdurrahman. (Riwayat Imam Muslim)

Dari Abdul Wahab Jasya'i Bersabda Nabi Saw; “Berilah nama anakmu dengan nama Nabi-nabi, dan nama yang paling disukai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman, dan nama yang paling besar (boleh dijadikan nama) ialah Haris dan Hammam, dan nama yang paling keji adalah Harab dan Murrah.(Riwayat Abu Daud dan Nasai)

Adapun Haris dan Hammam masih dinamakan nama yang baik, karena nama-nama itu baik artinya, Haris artinya orang bertani, sedang Hammam artinya orang tinggi cita-citanya. Sedang Harab dan Murrah, dikatakan nama yang paling keji, karena artinya yang keji pula, yaitu “perang” dan “pahit” (dikutip dari kitab fiqih Safei'i) Jadi seseorang yang akan memberi nama kepada seseorang, supaya sekurang-kurangnya yang berarti baik, jangan yang berarti buruk, sebagaimana yang dinyatakan pada hadist diatas. Dan seseorang yang hendak menyerupakan nama itu kepada nama Tuhan, hendaklah ditambah Abdu didepannya, seperti Abdusshamad, Abdussalam, Abdurrazak, Abdul Djalil, Abdul Hakiim dan seterusnya.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...