IP

Entri Populer

06 November, 2008

KESUCIAN SYARIFAH DALAM GUGATAN (V)


MENGENAI KEKECEWAAN SITI FATHIMAH

Ada sebuah kisah (l.k. 30 tahun silam) yang berhubungan dengan kekecewaan Siti Fathimah – Terjadi di kota Surabaya sekitar awal tahun 1970. Kisah ini benar-benar terjadi, hanya saja saya sudah tidak ingat lagi nama dua orang pelaku-pelaku utama pada kisah nyata ini, maka kita beri nama samaran saja. Kedua orang itu adalah seorang pemuda Alawiyyin saya beri nama “Sayyid Walid”. Usia kira-kira 20 tahun Dan seorang tua penjaga Masjid Ampel Surabaya, Haji asal Madura, saya beri nama ‘Pak Haji”. Berusia sekitar 55 tahun.

Pak Haji, adalah seorang tua yang shaleh serta istiqamah. Disamping menjaga kebersihan Masjid Ampel yang memang berada dibawah tanggung jawabnya, beliau dengan tekun tidak pernah absen mengikuti setiap pengajian rutin, dan Majelis Ta’lim yang secara tetap diadakan di Masjid itu. Beliau ini sangat mencintai ‘Ulama Habaib, seperti Habib Shaleh Bin Muhsin Al-Hamid Tanggul (Allah yarham), Habib Abubakar Assagaf Gresik (Allah yarham). Dan ‘Ulama Habaib lainnya. Pak Haji ini sangat baik hati, dan sayang sekali terhadap anak-anak kecil dan remaja Ba’alawi yang memang sangat banyak bermukim disekitar Masjid Ampel, Nyamplungan, Suko Rejo, Suku Dono, dan sepanjang jalan K.H. Mas Mansyur - Surabaya.

Konon mennurut ceritera Pak Haji ini semakin bertambah sayangnya kepada para sayyid kecil dan remaja tadi. Dari hari kehari semakin ceria saja wajahnya, ada apa gerangan? Ternyata Pak Haji ini diberi amalan berupa wirid dan bacaan shalawat khusus, sehingga dengan amalannya itu Pak Haji sering kali bermimpi bertemu dengan Rasulullah Saw. Tidak terlalu jelas amalan itu diperoleh dari siapa. Mungkin Habib Shaleh Tanggul atau kalau tidak mungkin dari Habib Abubakar Assagaf Gresik, atau mungkin pula dari kedua ‘Ulama Habaib yang memang sangat terkenal pada zamannya. Bahkan sampai hari ini sekalipun kedua beliau itu telah tiada. Namun wafatnya seorang Waliyullah berbeda dengan orang kebanyakan, karena Maqam-maqam mereka setiap hari dijiarahi ummat Islam dari segala pelosok dan penjuru.

Sahadan!, Pak Haji yang sangat ramah baik dan rajin itu mulai sering kerepotan menghadapi sekelompok kecil para sayyid muda kira-kira 15 sampai 20 orang, termasuk sayyid Walid. Kelompok anak muda ini biasa menghabiskan waktu begadang hingga larut malam, kemudian tidurnya di Masjid Ampel dimana Pak Haji dinas. Dari hari kehari anak-anak muda ini semakin merepotkan Pak Haji terutama pada waktu menjelang shalat Shubuh.

Memang katanya sejak anak-anak muda ini, mulai tidur di Masjid, dan hampir setiap malam, apalagi pada malam Minggu. Akibatnya Pak Haji semakin kerepotan saja. Karena keadaan seperti itu terus berlangsung, Pak Haji mulai agak kurang bersahabat. Tetapi namanya juga anak-anak muda, mereka merasa biasa saja. Mereka terus setiap malam tidur di Masjid.

Pak Haji mulai bertambah marah, karena kadang-kadang mereka makan makanan kecil di dalam Masjid juga, sehingga kerja Pak Haji jadi lebih repot lagi karena harus ngurusin sampah. Yang paling menyakitkan hati Pak Haji, karena dari mulut anak-anak muada ini mulai tercium bau minuman keras. Wah kalau begini kata Pak Haji saya tidak bisa sabar lagi. Akahirnya anak-anak muda itu lalu diusir dan tidak diizinkan tidur di Masjid lagi. Lebih kurang sebulanan mungkin anak-anak muda ini tidak lagi datang tidur Masjid maka Pak Haji pun menjadi lega.

Hal itu ternyata tidak bertahan lama karena pada suatu malam pak Haji menemui sayyid Walid dan beberapa temannya datang tidur lagi Masjid. Pak Haji mulai bertindak keras, dan selain memberi nasihat, beliau juga sering marah besar kepada mereka. Tindakan Pak Haji ini ternyata ada hasilnya. Jumlah yang datang tidur di Masjid Ampel makin sedikit, hanya tinggal 4 atau 5 orang saja.

Pada suatu hari waktu menjelang shalat shubuh, para jama’ah yang mulai berdatangan dikejutkan oleh suara ribut Pak Haji yang mara-marah tidak seperti biasanya, usut punya usut ternyata anak-anak yang tidur di Masjid pada mabok dan sulit dibangunkan. Mulai hari itu mereka diultimatum Pak Haji, tidak ada yang boleh lagi tidur diteras Masjid. Beberapa hari memang kelihatan Masjid sepi dari anak-anak muda itu.

Tetapi beberapa hari kemudian ada lagi yang tidur diteras Masjid, kali ini cuma S.Walid dan seorang temannya saja, namun keadaannya sama mereka berdua ini mabuk berat. Pagi itu Pak Haji antarkan mereka kerumah orang tuanya masing-masing. Sesudah itu Masjid sepi lagi. Tidak terlalu lama berselang, pada suatu malam sayyid Walid yang memang paling bandel, paling badung diantara semua temannya kedapatan tidur diteras Masjid.

Pak Haji makin dongkol saja. Seperti biasanya menjelang shubuh Pak Haji mulai bebenah Masjid karena sebentar lagi adzan shubuh. Ketika pemuda sayyid Walid yang bandel ini akan dibangunkan Pak Haji, tiba-tiba Pak Haji berteriak sambil memukul menendang tubuh sayyid Walid, ada apa gerangan? Ternyata tempat dimana sayyid Walid tidur itu sudah dipenuhi muntahnya seketika itu teras Masjid itu menjadi kotor dan bau apak bekas muntahan minum keras. Tak ayal lagi Sayyid Walid disikat babak belur, ditendang dan diusir pokoknya Pak Haji marah besar, sayyid Walid lari terbirit-birit, Pak Haji terus mengejar dan dihajar habis-habisan. Sayyid Walid jatuh bangun dibuatnya, pikir Pak Haji yang betul-betul sudah naik pitam itu menghajar Walid sampai sudah hampir tidak berbentuk lagi pokoknya benjolan disekujur muka dan badan tidak dapat dihitung banyaknya, untung saja tidak sampai patah tulang.

Kini Masjid Ampel benar-benar bersih dari anak-anak muda memang sudah tidak ada lagi yang berani tidur di Masjid lagi. Apalagi sayyid Walid lewat di depan Masjid saja sudah tidak berani lagi.Ketenangan di Masjid sudah tidak terusik lagi. Beberapa bulan kemudian Pak Haji selalu terihat termenung, wajahnya seperti orang kesusahan dan tidak bergairah.

Usut sana usut sini, akhirnya Pak Haji berceritera mengenai kesusahannya itu. Kata Pak Haji sejak kejadian beberapa bulan yang lalu itu, sampai sekarang kata Pak Haji saya tidak lagi bermimpi bertemu Rasulullah Saw. ceritera Pak Haji sambil berurai air mata. Orang yang memahami kondisi spritual Pak Haji ini, menasehatinya agar menemui salah satu ‘Ulama Habaib dan coba konsultasi. Mendengar itu beliau tambah keras tangisnya. Akhirnya Pak Haji bercetera dengan suara parau dan tersendat sendat bagai anak kecil kehilangan mainan.

Kata Pak Haji setelah saya tidak lagi bermimpi bertemu Nabi Saw, saya lebih meningkatkan amalan saya, tetapi bahkan sekalipun sudah berhari-hari saya mengamalkan wirid dan bacaan shalawat sepanjang malamnya, toh tidak pernah dapat bermimpi seperti dulu lagi bertemu dengan Nabi Saw. Sampai pada suatu malam ketika saya kelelahan dan tertidur sebentar, tiba-tiba saya merasa bertemu dan melihat seorang wanita Muslimah yang sangat cantiknya dan belum pernah saya melihat seperti itu sebelumnya. Tetapi wajahnya muram dan cemberut,tetapi penuh wibawa menatap saya. Lalu saya bertanya; “Sampeyan ini siapa?, wanita itu diam saja dan menatap saya dengan tajamnya sehingga ada rasa takut yang amat sangat dalam diri saya, Saya ulangi pertanyaan itu sampai berulang-ulang. Akhirnya pada pertanyaan saya yang ketiga kalinya ;

Pak Haji : “Maaf sampeyan ini siapa?,
Fathimah : “Saya Fathimah binti Rasul Saw.”
Pak Haji : “Saya mau minta maaf – menangis keras”
Fathimah : “Redhaku ada pada cucuku (Sayyid Walid)”
Pak Haji : “Ampun maaf Kanjeng Puteri Rasulullah Saw.
Fathimah : “Aku yang mengurus anak cucuku”.
Pak Haji : “Ampun maaf Kanjeng Puteri Rasulullah Saw.
Fathimah : “Cintai, nasehati jangan sakiti mereka”

Sampai disini beliau (Siti Fathimah) hilang dari penglihatan saya, kata Pak Haji masih dalam keadaan menangis terisak-isak. Karena mimpi tersebut diatas sudah lewat beberapa bulan tetapi Pak Haji itu belum juga bertemu dengan sayyid Walid. Ternyata sejak kejadian pemukulan dan pengusiran terhadap sayyid Walid itu, Pak Haji tidak pernah bertemu dengan sayyid Walid. Bahkan setelah kejadian mimpinya bertemu Siti Fathimah itu Pak Haji sudah mencari kerumah orang tuanya, dan teman-temannya tetapi tidak ada yang tahu dimana sayyid Walid berada. Hal inilah yang membuat susah hatinya. Pak Haji merasa sangat bersalah atas raibnya sayyid Walid. Singkat ceritera pada suatu hari ada salah seorang teman sayyid Walid mengabarkan kepada Pak Haji bahwa sayyid Walid selama ini bersembunyi di Pulau Bali, dan sering kelihatan berada disekitar Pantai Kuta.

Dengan sangat gembira Pak Haji lalu berangkat ke Bali mencari sayyid Walid. Setelah mencari dengan bertanya kesana kemari, maka diketahui bahwa S.Walid beserta teman-temannya setiap hari berada disuatu tempat di pantai Kuta.

Pak Hajipun begegas menuju ketempat tersebut, lalu mengawasi dari jauh. Hati Pak Haji begitu girang gembira, manakala ia melihat S.Walid benar sedang bermain bersama teman-temannya ditempat itu. Dengan perlahan-lahan Pak Haji mendekati tempat S.Walid.
Namun apa lacur? S.Walid begitu melihat Pak Haji ada didepannya, iapun lari dan berlari sekuat tenaga, Pak Haji pun berlari mengejarnya. Terjadilah kejar mengejar antara mereka berdua tanpa dimengerti oleh teman-teman S. Walid, maka mereka juga mengejar dari belakang. Sampai beberapa saat kemudian Pak Haji dapat menangkap S.Walid, maka dirangkul dengan sekeras-kerasnya, lalu tak ayal lagi S.Walid diciumi Pak Haji sejadi-jadinya.

S.Walid yang tidak mengerti, karena dikiranya Pak Haji akan menghajarnya, ia tetap berusaha melepaskan diri dari kempitan Pak Haji. Pak Haji tidak melepaskannya, bahkan mulai menangis seperti anak kecil. S.Walid sangat terpamjat melihatnya. Dan berkatalah Pak Haji “ Ya Habib! Maafkan dan ampuni saya, memang saya telah bersalah dan berbuat dosa memukuli Habib dulu, tolong Habib maafkan saya, ampunkan saya!, begitulah Pak Haji berkata berulang-ulang, sementara ia tetap tidak mau melepaskan S.Walid dari pelukannya. Teman-teman S.Walid yang kemudian tiba disitu, menjadi terbengong-bengong dibuatnya. Mereka memang sangat bingung menyaksikan kejadian peristiwa itu sebab mereka tidak tahu ada masalah apa antara Pak Haji dan temannya ini.

Sayyid Walid tadinya menyangka ia dicari Pak Haji dan mau dipukul lagi maka ia lari ketakutan tadi. Kini ia terperangah, mengapa pula Pak Haji minta maaf dan ampun padanya?, ia menjadi kasihan melihat Pak Haji begitu sedih dan menangis. Pak Haji mulai dapat mengendali diri dan emosinya, maka diajaklah S Walid ketempat yang teduh jauh dari teman-teman S.Walid. Setelah keduanya menyendiri, mulailah Pak Haji mengisahkan semua kejadian yang menimpanya sejak ia bertindak memukuli dan menyakiti S.Walid dengan keras dahulu, sampai ia kehilangan mimpi bertemu Nabi Saw, hingga akhirnya ia didatangi oleh Siti Fathimah, terus sampai ia ke Bali mencari S.Walid dengan maksud minta ampun, maaf dan ridha dari Sayyid Walid, begitu kisah Pak Haji. Setelah mendengar kisah Pak Haji, tiba-tiba Sayyid Walid yang kini jadi menangis dengan sangat sedih seolah ditinggal mati orang tuanya.

Kedua anak manusia ini akhirnya berpelukan, bartangis-tangisan terbawa perasaan masing-masing. Keduanya kini saling memaafkan satu sama lain. Betapa gembiranya hati Pak Haji sekarang. Sementara Sayyid Walid seolah menemui kesadaran baru. Kemudian hari itu juga Sayyid Walid pamitan dari kawan-kawannya, dan mengikuti Pak Haji kembali ke Surabaya.

Sesudah kejadian di Pulau Bali itu, Pak Haji terlihat kembali ceria seperti sebelum kejadian dahulu. Tetapi ada yang merisaukan hati Pak Haji yaitu setelah berpisah dengan S.Walid dirumah orang tuanya itu, Pak Haji tidak lagi berjumapa dengan S.Walid betahun-tahun lamanya. Konon ceriteranya kejadian di Pulau Bali itu dan mendengar seluruh kisah Pak Haji, jiwa Sayyid Walid seperti diguncang sebuah kesadaran akan dirinya. Sayyid Walid, setelah tiba dirumahnya kembali di surabaya, hanya berselang beberapa hari, ia meminta izin orang tuanya untuk mondok di salah pesantren asuhan salah satu Habaib di Jawa Timur. Setelah berselang beberapa tahun kemudian, orang bertemu lagi dengan Sayyid Walid sangat berlainan keadaannya. Ia kini bukan lagi seorang sayyid muda ugal-ugalan. Ia telah menjadi seorang Ustadz muda jebolan pesantren, pakaiannya sehari-hari adalah gamis dan surban yang tidak pernah lepas dari pundaknya. Orang tidak pernah menjumpainya kecuali di majelis-majelis Ta’lim para Habaib.

Begitulah kisah nyata ini, sekaligus menjadi i’tibar bagi hati orang yang mau percaya, bahwa persoalan tinggi rendahnya kondisi spriritual seseorang, tergantung kepada pengalaman spiritualnya itu sendiri. Kita bisa berkata mustahil Pak Haji di datangi Siti Fathimah karena telah mengganggu cucunya. Bagaimana wirid dan bacaan shalawat Pak Haji sebanyak apapun ternyata ia tidak lagi dapat melihat Rasulullah Saw dalam mimpinya seperti sebelumnya, karena ia telah menyakiti sebagian dari darah daging puterinya Fathimah, yang sekaligus darah daging Nabi Saw, sendiri yang menjadi pelanjut keturunannya itu. Hendak dipercaya ataupun tidak, terserah kepada masing-masing orang, tetapi begitulah kisahnya. Masihkah anda ingat sebuah Hadits Nabi Saw, yang diriwayatkan ola Ibnu Sa’ad bahwa Nabi Saw telah bersabda :

“Berbuat baiklah terhadap ahlul bait-ku karena kelak aku akan memperkarakan kalian tentang mereka. Barang siapa yang aku perkarakan, maka Allah pun akan memperkarakannya, dan siapa yang diperkarakan Allah, maka orang itu dimasukan kedalam neraka”.

Pada halaman 288,
Bahwasanya hujjah anda tentang masalah keadilan dalam persoalan kafa’ah atau Nasab, dengan mengedepankan dalil QS.57 : 25), hal ini sungguh sangat mengherankan. Karena ayat ini sedikitpun tidak terkait dengan permasalahan yang anda perbincangkan. Ketahuilah!, Ayat ini turun ketika Nabi masih di Mekah sebelum hijrah. Turunnya ayat ini, Allah mengizinkan Nabi Saw berhijrah, dan menghadapi kaum musyrikin dengan senjata dst…….. Periksa terlebih dahulu kitab-kitab rujukan yang benar baru bicara. Ini ayat-ayat Allah untuk memberi petunjuk kepada manusia ke jalan yang lurus dan benar. Jangan di bengkok-bengkokkan nanti anda dihinakan oleh ayat-ayat Allah itu.

Pada halaman 289,
Sebenarnya ayat yang anda maksudkan itu adalah QS. 5 : 8 - (bukan 5 :9), kemudian QS. 4 : 135. Ketahuilah, bahwasanya kedua ayat tersebut (5 :8 & 4:135) sama sekali tidak ada kaitannya denagan masalah Nasab dalam pengertian kafa’ah, anda sangatlah ceroboh, dan dari sekian banyaknya ayat-ayat Al-Qur’an yang ada dalam buku anda itu ternyata tidak ketemu antara masalah yang dibicarakan dengan dalil Al-Qur’an yang diketengahkan. Ini benar-benar melecehkan orang lain dan termasuk dianggap sengaja berdusta atas nama Allah. Perhatikan baik-baik yaa! :

• QS.5:8, Berbicara mengenai, perintah untuk menegakkan keadilan , juga menjadi saksi dengan adil, dan terhadap keadilan, yakni agar jangan menjadi saksi untuk sesuatu yang tidak adil.
• Qs.4:135, Juga berbicara mengenai penegakkan keadilan. Memerintahkan agar hamba-hamba-Nya yang mukmin supaya berlaku adil. Dalam menegakkan keadilan hendaklah tidak takut kepada orang yang mencerca. Hendaknya dalam menjalankan tugas suci itu mereka bantu membantu, tolong menolong, dan tunjang menunjang diri sendiri, terhadap ibu bapak, dan sanak keluarganya sekalipun. Janganlah hendaknya keadilan dikorbankan karena kekayan yang diharapkan atau belas kasihan kepada seseorang.

Allah lebih mengetahui kemaslahatan yang kaya maupun yang miskin. Janganlah karena hawa nafsu, karena cinta bangsa atau suku,atau benci kepada seseorang kamu meninggalkan sikap yang adil dalam segala urusan dan hal ikhwalmu. Tetapi peganglah teguh sikap adil itu dalam keadaan bagaimanapun,dan terhadap siapapun. Allah juga melarang orang memutar balikkan kata-kata dalam kesaksian.Karena perbuatan demikian itu merupakan dosa, dan Allah tidak akan membiarkannya tanpa balasan.

Kedua ayat-ayat diatas semuanya berlaku umum sesuai hukum syari’at Islam yang sudah ditetapkan. Kata-kata berlaku adil sekalipun terhadap ibu, bapak atau sanak keluarga. Baik didalam menegakkan keadilan ataupun didalam kesaksian. Secara eksplisit (tegas) tidak ada hubungannya dengan pengertian Nasab dalam kafa’ah, atau kafa’ah dalam nasab.

Pada halaman 290, 291 & 293; Mulai dari fatwa ‘Ulama Madzhab Hambali, Ijtihad ‘Ulama Ba’alawi, semuanya sudah terang dan jelas baik dengan nash Al-Qur’an maupun Hadits-Hadits Nabi Saw. Apabila pengertian Salaf itu adalah ahli Agama sejak abad pertama sampai abad ketiga Hijriyah, yaitu para Sahabat Nabi Saw, Tabi’in – Tabi’it Tabi’in Dan ‘Ulama Alawiyyin sesudahnya adalah benar. Maka apa-apa keterangan yang menurut anda, terdapat didalam kitab Habib Abdullah bin “Alwi Alhaddad, bukanlah sesuatu hal yang harus dipertentangkan.

Adalah sebuah kekeliruan yang amat besar, kalau saudara M.H. Ass. mengatakan bahwa Fatwa mengenai kafa’ah dari “Ulam Ba’alawi baru sekitar tiga abad sesudah Salaf terakhir Ba'a’awi Hadhramaut. Dengan memperhatikan bahwa Imam Al-Faqih Al-Muqaddam ( w 1254 M / 664 H ) .Oleh karena keempat Imam Madzhab Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (Suni) itu, wafat terakhir adalah Imam Syafe’I 204 H. yang lain telah wafat sebelum itu.

Fatwa-fatwa mengenai masalah kafa’ah sendiri sudah terdapat pada kitab-kitab fiqih keempat Imam Mdzhab tersebut bukan?. Sementara para ‘Ulama Ba’alawi dalam hampir semua hal Agama lebih banyak kecederungannya kepada Imam Syafi’i.

Jadi dengan kata lain ‘Ulama Ba’alawi yang datang kemudian tidak memiliki karakter orang-orang jahil yang berfatwa semaunya. Justru mereka para ‘Ulama Habaib serta ‘Ulama Islam lain yang baik-baik, tampil sesuai dengan kehendak Allah dan Rasul-Nya bahwa mereka itulah lenteranya ummat manusia, khususnya ummat Islam. Mustahil bagi mereka mengeluarkan fatwa-fatwa Agama yang menyesatkan ummat manusia. Orang yang menolong, serta mengikuti ilmu dan akhlak mereka akan menempuh jalan selamat dan bahgia di ‘alam dunia, serta akan hidup bersama-sama dengan mereka di ‘alam akhirat kelak.

Kehadiran mereka ditengah-tengah ummat Islam mendatangkan kesan yang sangat mengagumkan. Baik dikala hidup mereka, maupun ketika mereka telah tiada. Nama-nama mereka menghiasi lisan kaum muslimin, yamg mengingat mereka didalam setiap do’a dan dzikir mereka. Kalaupun ada sementara pemuda kaum Ba’alawi yang kadang kala tampil dengan perangai yang kurang baik, maka hal itu sangatlah bersifat sementara belaka. Mungkinkah hal seperti itu merupakan ujian bagai ummat Islam?, Wallahu ‘alam. Namun ada satu hal yang pasti, bahwa pada saat dewasa, atau ketika mereka berusia matang, pada umumnya mereka kembali kepada qudrat mereka yakni menjadi Habaib yang baik-baik hingga mereka kembali menemui Allah Tuhan semesta ‘alam. Janganlah mereka dicaci dan dicerca apalagi disakiti, karena yang demikian itu pada hakekatnya anda mencaci, mencerca dan menyakiti diri dan keluarga anda sendiri.
Wallahu ‘alam..
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...